KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Danamon Tbk sejak awal tahun sudah dihadapkan dengan tantangan turunnya laba bersih. Kinerja emiten yang memiliki kode saham
BDMN, anggota indeks
Kompas100 ini semakin menarik ditelaah semenjak aksi korporasi akuisisi. BDMN dalam laporan keuangan kuartal-I mencatatkan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 933 miliar. Angka ini turun 11% bila dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yakni Rp 1,04 triliun. Analis MNC Sekuritas Nurulita Harwaningrum mengatakan penurunan laba bersih Danamon utamanya karena
net interest margin (NIM) mengalami hal serupa. Tercatat NIM BDMN masih cenderung tinggi di level 8,4%, tetapi pencapaian ini turun dari periode kuartal-I 2018 yang sempat menyentuh 9%.
Ia menegaskan turunnya NIM Danamon karena likuiditas agak mengetat, dan itu adalah hal yang wajar karena saat ini industri perbankan sedang diterpa sentiment ini. “Jadi ke depan masih akan ada tekanan untuk NIM turun,” kata Nurulita kepada Kontan.co.id, Senin (13/5). Sementara rasio
cost to income rasio (CIR) mengalami kenaikan karena ada peningkatan beban operasional. Sedangkan, untuk kualitas kreditnya malah membaik , NPL nya turun. NPL gross perseroan relatif aman di posisi 2,8% atau menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sempat menyentuh 3,2%. Adapun pertumbuhan kredit terbesar bersumber dari KPR yang naik 27% year on year (yoy) menjadi Rp 8,3 triliun. Sedangkan, kredit korporasi, komersial dan institusi keuangan baru naik 7% yoy menjadi Rp 39,5 triliun. Sementara segmen UKM tumbuh 6% yoy menjadi Rp 31,1 triliun. Asal tahu saja, beberapa waktu lalu BDMN merger dengan bank asal Jepang yakni MUFG Bank. Kabar yang beredar MUFG adalah mayoritas pemegang saham BDMN. Jadi terdapat skenario buruk, misalnya kinerja BDMN turun, maka MUFG bisa saja akan mengurangi jumlah kepemilikan saham tersebut. Kepala Riset Samuel Sekuritas, Suria Dharma mengatakan saham yang dimiliki BDMN jadi kurang menarik. Apalagi bobot free float saat ini baru sebesar 6% di bawah ketentuan dari regulator dengan minimal 7,5%. “Valuasi kurang menarik, perlu mencapai dua tahun untuk dapat memenuhinya, saat ini liquiditas saham BDMN kurang bagus,” kata Suria kepada Kontan, Senin (13/5). Ia menambahkan sulit bagi perseroan untuk menaikkan suku bunga lebih tinggi. Namun, Nurulita berpendapat setelah diakuisisi oleh MUFG Bank, BDMN sedang memasuki proses rekonstruksi sehingga masih ada kemungkinan masih bisa berkembang dalam jangka panjang. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal alias capital adequacy ratio (CAR) BDMN masih cukup tebal di level 22% atau naik 4 basis poin (bps) secara yoy. Artinya, bank ini pun masih memiliki ruang untuk menggenjot pertumbuhan sampai dengan akhir 2019. Berdasarkan berita Kontan (23/4) perseroan berencana akan mendorong kredit pada kuartal-II sampai dengan akhir tahun. BDMN yakin permintaan akan meningkat terutama dalam periode libur hari raya di kuartal-II, dengan proyeksi pertumbuhan kredit sekitar 8%-10% di akhir tahun 2019.
Analis Indopremier Sekuritas Stephan Hasjim dalam risetnya 21 Februari 2019 memprediksi laba bersih BDMN bisa mencapai Rp 3,561 triliun. Angka ini kemungkinan terkoreksi dari pencapaian akhir tahun lalu sebesar Rp 3,922 triliun. Selanjutnya untuk pendapatan operational dapat tumbuh di kisaran Rp 18,944 triliun atau naik 2,48% dari pendapatan operational tahun lalu sebesar Rp 18,473 triliun. Untuk itu Stephan merekomendasikan hold di target harga Rp 7,350 sampai akhir tahun. Begitu pula Suria yang merekomendasikan
hold dengan target harga Rp 5.325 sampai dengan akhir tahun. Sementara, Analis RHB Sekuritas, Alvin Baramuli
neutral di target harga Rp 8.500. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto