JAKARTA. PT Inhutani II mengincar kenaikan produksi kayu hutan alam sebesar 37,5% dibandingkan tahun lalu. Tjipta Purwita, Direktur Utama PT Inhutani II mengatakan, produksi kayu hutan alam milik Inhutani II pada tahun ini mencapai 110.000 meter kubik. Sementara, pada tahun lalu produksi kayu hutan alam Inhutani II hanya 80.000 meter kubik.Tjipta mengharapkan kenaikan produksi kayu ini akan berasal dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Sei Tubu, Kalimantan Utara. Ia menjelaskan IUPHHK-HA di Sei Tubu pada tahun lalu belum beroperasi. Sebab, perusahaan kehutanan plat merah ini mengalami kesulitan perizinan untuk menghasilkan kayu bulat dari hutan alam Sei Tubu. "Izin untuk unit usaha Sei Tubu terlambat sehingga baru bisa beroperasi tahun ini," kata Tjipta, Senin (24/6).Saat ini, Inhutani II memiliki beberapa unit IUPHKK-HA. Adapun total luas lahan untuk IUPHKK-HA milik Inhutani II saat ini mencapai 280.000 hektare (ha). Adapun beberapa IUPHKK-HA yang dimiliki oleh Inhutani II, diantaranya adalah IUPHKK-HA Pulau Laut, Kalimantan Selatan seluas 40.950 ha. Lalu, Inhutani II juga memiliki IUPHKK-HA di Malinau, Kalimantan Timur seluas 29.040 ha. Inhutani II juga memiliki IUPHKK-HA di Sei Semanu, Kalimantan Timur seluas 71.735 ha. Sedangkan IUPHKK-HA di Sei Tubu, luas areal lahannya mencapai 99.100 hektare. "Sebagian besar hasil kayu hutan alam digunakan untuk industri kayu lapis atau plywood," papar Tjipta.Meski menargetkan kenaikan produksi kayu, Tjipta masih was-was apakah target tersebut bisa tercapai. Sebab, sampai Mei ini, produksi dari kayu hutan alam masih 30% dari target atau sekitar 33.000 meter kubik. "Karena kita baru mulai maka realisasi hutan alamnya tidak terlalu besar," kata TjiptaLirik getah karetSelain mengembangkan hutan alam, Inhutani II juga mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI). Inhutani II sedang gencar untuk membangun HTI jenis Akasia Mangium dan Karet. "Sebagai komoditas, karet relatif stabil dan bisa kolaborasi dengan masyarakat," terang Tjipta. Saat ini, Inhutani II memiliki ijin HTI seluas 96.266 ha, terdiri dari Pulau Laut, Kalimantan Selatan seluas 48.720 ha. Lalu Inhutani II juga memiliki ijin HTI di Senakin, Kalimantan Selatan seluas 30.730 ha dan Tanah Grogot, Kalimantan Timur seluas 16.816 ha.Sampai Mei ini, Inhutani II sudah menggarap hampir 50% dari luas areal lahan HTI yang dimilikinya, sekitar 45.000 ha. Tahun ini, Inhutani II menargetkan produksi kayu pertukangan, kayu gergajian, pulp, dan timber sebesar 125.000 meter kubik. Diantara produk kayu HTI, Inhutani II berencana menggandakan produksi gergajian. Jika tahun lalu, produksi kayu gergajian hanya 2.000 meter kubik, maka tahun ini produksinya bisa mencapai 4.000 meter kubik. Namun, untuk mencapai target serta membangun HTI sesuai rencana, Inhutani 2 masih membutuhkan pinjaman modal. "Sebetulnya tidak butuh modal besar," kata Tjipta, "tapi tidak mampu mengambil dari hasil sendiri karena kami jual dalam negeri dan bukan market leader yang bisa mendikte harga sehingga marginnya kecil sekali," sambung Tjipta.Saat ini, untuk membangun HTI, Inhutani II membutuhkan dana sekitar Rp 140 miliar dengan asumsi biaya operasional per hektare Rp 14 juta untuk luas lahan 10.000 ha. Karena sulitnya untuk mendapat pinjaman perbankan dalam negeri, Inhutani II kini melakukan kerjasama bisnis dengan Korea dengan sistem bagi hasil. "Bunganya cukup kecil yakni 4%," ujar Tjpta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Inhutani II kerek produksi kayu alam
JAKARTA. PT Inhutani II mengincar kenaikan produksi kayu hutan alam sebesar 37,5% dibandingkan tahun lalu. Tjipta Purwita, Direktur Utama PT Inhutani II mengatakan, produksi kayu hutan alam milik Inhutani II pada tahun ini mencapai 110.000 meter kubik. Sementara, pada tahun lalu produksi kayu hutan alam Inhutani II hanya 80.000 meter kubik.Tjipta mengharapkan kenaikan produksi kayu ini akan berasal dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Sei Tubu, Kalimantan Utara. Ia menjelaskan IUPHHK-HA di Sei Tubu pada tahun lalu belum beroperasi. Sebab, perusahaan kehutanan plat merah ini mengalami kesulitan perizinan untuk menghasilkan kayu bulat dari hutan alam Sei Tubu. "Izin untuk unit usaha Sei Tubu terlambat sehingga baru bisa beroperasi tahun ini," kata Tjipta, Senin (24/6).Saat ini, Inhutani II memiliki beberapa unit IUPHKK-HA. Adapun total luas lahan untuk IUPHKK-HA milik Inhutani II saat ini mencapai 280.000 hektare (ha). Adapun beberapa IUPHKK-HA yang dimiliki oleh Inhutani II, diantaranya adalah IUPHKK-HA Pulau Laut, Kalimantan Selatan seluas 40.950 ha. Lalu, Inhutani II juga memiliki IUPHKK-HA di Malinau, Kalimantan Timur seluas 29.040 ha. Inhutani II juga memiliki IUPHKK-HA di Sei Semanu, Kalimantan Timur seluas 71.735 ha. Sedangkan IUPHKK-HA di Sei Tubu, luas areal lahannya mencapai 99.100 hektare. "Sebagian besar hasil kayu hutan alam digunakan untuk industri kayu lapis atau plywood," papar Tjipta.Meski menargetkan kenaikan produksi kayu, Tjipta masih was-was apakah target tersebut bisa tercapai. Sebab, sampai Mei ini, produksi dari kayu hutan alam masih 30% dari target atau sekitar 33.000 meter kubik. "Karena kita baru mulai maka realisasi hutan alamnya tidak terlalu besar," kata TjiptaLirik getah karetSelain mengembangkan hutan alam, Inhutani II juga mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI). Inhutani II sedang gencar untuk membangun HTI jenis Akasia Mangium dan Karet. "Sebagai komoditas, karet relatif stabil dan bisa kolaborasi dengan masyarakat," terang Tjipta. Saat ini, Inhutani II memiliki ijin HTI seluas 96.266 ha, terdiri dari Pulau Laut, Kalimantan Selatan seluas 48.720 ha. Lalu Inhutani II juga memiliki ijin HTI di Senakin, Kalimantan Selatan seluas 30.730 ha dan Tanah Grogot, Kalimantan Timur seluas 16.816 ha.Sampai Mei ini, Inhutani II sudah menggarap hampir 50% dari luas areal lahan HTI yang dimilikinya, sekitar 45.000 ha. Tahun ini, Inhutani II menargetkan produksi kayu pertukangan, kayu gergajian, pulp, dan timber sebesar 125.000 meter kubik. Diantara produk kayu HTI, Inhutani II berencana menggandakan produksi gergajian. Jika tahun lalu, produksi kayu gergajian hanya 2.000 meter kubik, maka tahun ini produksinya bisa mencapai 4.000 meter kubik. Namun, untuk mencapai target serta membangun HTI sesuai rencana, Inhutani 2 masih membutuhkan pinjaman modal. "Sebetulnya tidak butuh modal besar," kata Tjipta, "tapi tidak mampu mengambil dari hasil sendiri karena kami jual dalam negeri dan bukan market leader yang bisa mendikte harga sehingga marginnya kecil sekali," sambung Tjipta.Saat ini, untuk membangun HTI, Inhutani II membutuhkan dana sekitar Rp 140 miliar dengan asumsi biaya operasional per hektare Rp 14 juta untuk luas lahan 10.000 ha. Karena sulitnya untuk mendapat pinjaman perbankan dalam negeri, Inhutani II kini melakukan kerjasama bisnis dengan Korea dengan sistem bagi hasil. "Bunganya cukup kecil yakni 4%," ujar Tjpta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News