Ini 12 perusahaan ayam yang diduga kartel



JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menyelesaikan penyelidikan terkait dugaan kartel pengaturan stok ayam yang dilakukan beberapa perusahaan yang bergerak di bidang budi daya ayam.

Dalam proses penyelidikan yang dilakukan, tim penyelidik telah menemukan alat bukti yang cukup terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 yang berbunyi Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ketua KPPU, M.Syarkawi Rauf mengatakan hasil penyelidikan telah dilaporkan ke Komisi pada Rapat Komisi tanggal 2 Februari 2016 dan Komisi menyetujui laporan tersebut dilanjutkan ke tahap persidangan.

Dugaan pelanggaran tersebut dilakukan oleh 12 Pelaku Usaha yaitu PT Charoen Pokphand Jaya Farm, PT Japfa Comfeed Indonesia, PT Satwa Borneo, PT Wonokoyo Jaya Corp, PT CJ-PIA (Cheil Jedang Superfreed), PT Malindo, PT Taat Indah bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, CV. Missouri, PT Ekspravet Nasuba, PT Reza Perkasa dan PT Hybro Indonesia. "Perkara ini merupakan inisiasi KPPU bukan berdasarkan laporan masyarakat," ujar Syarkawi akhir pekan lalu. Ia bilang, penyelidikan ini diawali dengan adanya pemberitaan terkait adanya kesepakatan pengafkiran Indukan Ayam (Parent Stock) yang dilakukan beberapa perusahaan. Dimana kesepakatan tersebut turut diketahui Pemerintah dalam hal ini, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kemtan) Muladno.


Setelah melakukan penyelidikan, KPPU menemukan harga jual DOC mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari harga jual day old chicken (DOC) atau ayam usia sehari sebelum dilakukan pengafkiran parent stock. Hal ini juga akhirnya berdampak pada naiknya harga daging ayam di pasar. Selain permasalahan itu, KPPU juga menemukan adanya klausul dalam kesepakatan yang bersifat diskriminatif, yang berpotensi melanggar Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999 yaitu semua perusahaan yang akan impor bibit harus bergabung dengan GPPU karena ke depan akan dilibatkan dalam penerbitan rekomendasi ekspor/impor.

Persyaratan ini diduga akan mengakibatkan terhambatnya perusahaan breeder yang tidak bergabung dalam asosiasi GPPU untuk bersaing di pasar.

Namun dugaan pelanggaran Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999 masih didalami pada proses penyelidikan untuk mengetahui apakah klausul tersebut sudah efektif dijalankan. Proses pembuktian terkait dengan Dugaan Pelanggaran Pasal 11 UU No. 5 tahun 1999 akan dilakukan dalam persidangan.

Kedua belas perusahaan yang ditetapkan sebagai Terlapor akan diberikan kesempatan untuk mengajukan alat bukti yaitu Keterangan Saksi, Ahli, Surat dan atau Dokumen, petunjuk dan keterangan Terlapor.

Tidak tertutup kemungkinan dalam persidangan akan memanggil dan meminta keterangan kepada pemerintah c.q Dirjen PKH sebagai pihak yang memfasilitasi terjadinya kesepakatan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan