Ini 14 Poin Krusial dalam RKUHP yang Dibawa Pemerintah dalam Dialog Publik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menggelar diskusi publik mengenai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Adapun ada 14 poin krusial yang dibahas dalam diskusi publik tersebut.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan perlu adanya partisipasi publik yang dilakukan secara bermakna.

Terkait dengan partisipasi publik atas RKHUP ini, pada tahun 2021 pemerintah telah melaksanakan dialog publik yang diselenggarakan di 12 kota di Indonesia pasca penundaan. Kemudian tahun ini akan dilakukan dialog publik yang akan dilaksanakan di 11 kota/kabupaten.


"Di tahun ini Pemerintah akan melaksanakan kembali dialog publik 11 kota di Indonesia dalam rangka partisipasi publik yang bermakna," kata Yasonna dalam Dialog Publik RKUHP secara virtual, Selasa (23/8).

Baca Juga: Pemerintah Kembali Gelar Sosialisasi RKUHP

Ia mengakui memang tak mudah bagi negara yang multikultur dan multi etnis untuk membuat kodefikasi hukum yang bisa mengakomodasi berbagai kepentingan.

Namun pemerintah tetap terus berkomunikasi dengan lembaga, organisasi masyarakat, profesi, praktisi, akademisi dan pakar sesuai dengan bidang keahliannya, untuk terus menyempurnakan RKUHP. Hal ini agar RKUHP sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana prinsip dan tujuan pembaruan hukum pidana.

"Oleh karena itu kerjasama dan komunikasi baik antara pemerintah, DPR RI dan seluruh elemen masyarakat harus terus terjalin kuat untuk mewujudkan kitab undang-undang hukum pidana nasional yang baru," kata Yasonna.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terdiri atas 37 bab dan 632 pasal.

Eddy menjelaskan bahwa jumlah pasal di RKUHP yang lebih banyak daripada KUHP yang sedang berlaku, yakni 569 pasal. Hal ini diakibatkan oleh misi konsolidasi dan harmonisasi yang ada dalam buku I RKUHP sebagai operator sistem hukum pidana modern.

Baca Juga: Ini Pasal-Pasal di RKUHP yang Menurut ICW Lemahkan Pemberantasan Korupsi

Edward mengatakan, pasca sosialisasi dan diskusi publik di 12 kota besar di Indonesia, Pemerintah melakukan sejumlah reformulasi pasal, yaitu menghapus 2 pasal kontroversial (pasal advokat curang dan dokter tanpa izin), serta memberikan tambahan penjelasan dari RKUHP sesuai masukan dari elemen masyarakat dan lembaga terkait.

RKUHP sudah masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2022, serta direncanakan akan diselesaikan pembahasannya pada masa sidang DPR RI tahun 2022.

Namun target penyelesaian dengan tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara pararel dan menjamin partisipasi bermakna. "Apabila sudah disahkan, kita butuh dua tahun untuk masa transisi," jelasnya.

Adapun 14 isu krusial ialah, pertama mengenai living law atau hukum adat; kedua, penghinaan terhadap Presiden; ketiga, tindak pidana menyatakan diri memiliki kekuatan gaib untuk mencelakakan orang; keempat penghapusan pasal dokter/dokter gigi yang menjalankan pekerjaan tanpa izin.

Untuk penghapusan pasal tentang dokter atau dokter gigi yang menjalankan pekerjaan tanpa izin dilakukan lantaran sesuai dengan putusan MK nomor 4 tahun 2007 yang menghapuskan sanksi pidana penjara bagi dokter atau dokter gigi yang menjalankan pekerjaan tanpa izin. Selain itu hal ini sudah diatur dalam pasal 76 undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

Poin krusial lainnya ialah kelima, membiarkan unggas yang merusak kebun atau tanah yang telah ditaburi benih. Edward menjelaskan bahwa delik ini bukan merupakan delik yang baru karena ketentuan tidak diatur dalam pasal 548 KUHP. Kemudian pasal ini juga masih diperlukan guna melindungi kepentingan hukum para petani.

Baca Juga: Ditargetkan Disahkan Sebelum 17 Agustus, Mahfud MD: Hadiah HUT Proklamasi

Selanjutnya, keenam mengenai tindak pidana gangguan dan penyesatan proses peradilan, namun pada poin ini Edward menegaskan bahwa tidak mengurangi kebebasan pers untuk mempublikasikan berita setelah persidangan.

Ketujuh, penghapusan tindak pidana advokat curang. Untuk poin ini dihapus karena berpotensi bias dan menimbulkan diskriminasi terhadap salah satu profesi penegak hukum.

Pasalnya Edward menjelaskan tindakan kecurangan di dalam peradilan dapat dilakukan oleh para penegak hukum lainnya seperti polisi jaksa dan hakim termasuk panitera pengadilan.

Kedelapan, tindak pidana penodaan agama; kesembilan, tindak pidana penganiayaan hewan ini juga bukan hal yang baru dan tidak ada di KUHP yang lama; kesepuluh, pasal yang membahas mengenai tindak pidana mempertunjukan alat pencegah kehamilan kepada anak;

Kesebelas, mengenai penggelandangan sebagai tindak pidana dalam RKUHP; keduabelas mengenai aborsi dalam rancangan undang-undang KUHP; ketigabelas, mengenai tindak pidana perzinahan terakhir mengenai perkosaan dalam perkawinan.

Timothy Nugroho dari LBH Mawar Saron menyampaikan usulan mengenai poin penghinaan terhadap Presiden. Ia memberi masukan agar ditambahkan rumusan 'dengan maksud'. Pasalnya dengan penambahan ini akan membuat aparat penegak hukum yang memproses suatu kasus penghinaan terhadap Presiden betul-betul hati-hati.

"Jika ditambahkan rumusan 'dengan maksud' maka aparat penegak hukum yang akan memproses pasal penghinaan Presiden harus betul-betul membuktikan maksud dari pelaku untuk merendahkan martabat atau harkat dari Presiden," kata Dia.

Baca Juga: Ini Pasal-Pasal di RKUHP yang Mengancam Kebebasan Pers Menurut Dewan Pers

Marcus Priyo Gunarto, Tim Ahli RKHUP mengatakan Di KUHP lama dan di RKUHP ada pasal soal penghinaan kepala negara sahabat yang berkunjung ke Indonesia diancam dengan pidana.

"Maknanya kita menghormati kepala negara asing. Pertanyaannya kepala negara asing dihormati Bagaimana dengan kepala negara sendiri dihina-hina boleh? Apa begitu? Saya kita tidak," ucapnya.

Kedua ialah Presiden didukung oleh banyak orang melalui pemilihan. Dari pemilih tersebut Marcus menerangkan tentunya ada pendukung fanatik. Ia menjelaskan bagaimana jika antar pendukung tersebut timbul konflik. Maka perlu adanya aturan mengenai hal tersebut.

"Pertimbangannya kalau yang dihina saja diem kok orang lain meskipun pendukung marah? ngamuk? nggak boleh dong. Karena apa? yang dihina diem, pendukungnya yang marah, kalau ikut marah melawan hukum logika yang dibangun adalah seperti itu," jelas Marcus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto