Ini 4 kendala investasi asing di pasar properti



JAKARTA. Indonesia masih dianggap belum memiliki daya saing tinggi terkait investasi asing di sektor properti. Ada empat kendala yang masih menyandera negeri ini untuk dapat melaju kencang melampaui kompetitornya di kawasan regional Asia Tenggara. 

Menurut Associate Director Investment Service Colliers International Indonesia, Aldi Garibaldi, empat kendala tersebut adalah masalah ketersediaan infrastruktur yang masih minim dan tidak sesuai ekspektasi pasca digaungkannya program Nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

"Infrastruktur termasuk pendorong utama tertariknya investasi asing untuk masuk pasar properti Indonesia," jelas Aldi kepada Kompas.com, Selasa (7/10/2014). 


Kendala kedua, kata Aldi, adalah price discovery. Terutama penentuan harga lahan. Ini merupakan proses penemuan harga (penentuan harga) aset di pasar melalui interaksi pembeli dan penjual. Penemuan harga berbeda dari penilaian. Harga proses penemuan melibatkan pembeli dan penjual untuk mendapatkan harga transaksi item tertentu, dalam hal ini lahan, pada waktu tertentu.

"Di sini seringkali terjadi pemilik lahan atau landlord seenaknya menentukan harga. Pemilik tanah selalu berpikir nilai tanahnya lebih tinggi dari ekspektasi, dan kadang dari harga pasar," kata Aldi.

Kendala ketiga cost of fund  pinjaman perbankan. "Bunga di Indonesia sangat tinggi sehingga mengurangi daya kompetisi. Ini menyebabkan biaya konstruksi menjadi lebih mahal., operational cost juga jadi jauh lebih tinggi," imbuh Aldi.

Kendala terakhir adalah, tidak adanya balancing beteen resources and development atau bahasa sederhananya rumitnya perizinan.

Padahal, tutur Aldi, jika empat kendala tersebut dapat diatasi, pasar properti Indonesia bisa melaju kencang. Pasalnya, negeri ini merupakan promising market dengan demografi kelas menengah berpendapatan terus tumbuh menjadi 4.000 dollar AS hingga 15.000 dollar AS pada 2030 nanti.

"Saat ini saja, Indonesia diminati oleh investor regional Asia Tenggara plus three, serta dari Hongkong, Taiwan, dan Tiongkok," tutur Aldi.

Investor-investor tersebut memiliki ketertarikan untuk mengakuisisi gedung perkantoran yang sudah beroperasi, residensial dan juga kawasan industri. Mereka, kata Aldi, berani menggelontorkan nilai investasi 10 juta dollar AS hingga 100 juta dollar AS. 

"Menariknya, tak hanya investor institusional melainkan juga individual serta lembaga investasi berbasis syariah. Saat ini sudah ada yang masuk, terutama di sektor residensial," pungkas Aldi. (Hilda B Alexander)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa