KONTAN.CO.ID - Masalah keuangan merupakan hal krusial yang bisa menghinggapi setiap orang. Hanya yang membedakan bisa jadi adalah tingkat kerumitan persoalan keuangan setiap individu. Hal ini tergantung dari gaya hidup dan juga cara mengelola uangnya. Fenomena yang terjadi sekarang adalah ada perbedaan mendasar antara pola pikir keuangan antara generasi baby boomers atau generasi X dan generasi Y dan Z. Generasi Y dan Z adalah mereka yang dikategorikan lahir dari tahun 1980 sampai 2010. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini mereka mendominasi populasi di Indonesia secara usia produktif ketimbang baby boomers atau generasi X, dengan persentase sebanyak 25,87% untuk generasi Y dan 27,94% untuk generasi Z. Jadi bisa dibilang sudah 50% lebih mereka adalah usia produktif. Jika ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia, bukan tidak mungkin bonus demografi ini menjadikan Indonesia negara dengan ekonomi terbesar ke-4 pada tahun 2045, bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Namun di sisi lain sangat disayangkan literasi keuangan di Indonesia sangat minim. Padahal di era digital ini generasi Y dan Z dengan adanya internet memudahkan mereka dalam mengakses aneka informasi. Faktor yang menghambat generasi Y dan Z adalah kurangnya kesadaran dan mentoring mengenai masalah keuangan.
Baca Juga: Yuk Atur Strategi Keuangan dengan Gaji yang Anda Miliki Nah, apa saja masalah keuangan generasi Y dan Z dan bagaimana menyadarkan mereka sehingga tidak terus berulang dalam kasus keuangan mereka. Simak 4 masalah keuangan berikut ini: 1.Boros. Pengeluaran lebih besar ketimbang pemasukan. Ini adalah masalah keuangan yang paling klasik dan dibawa dari generasi baby boomers sampai generasi Z, pengeluaran mereka lebih besar dari pemasukan mereka, seperti kata peribahasa, lebih besar pasak daripada tiang. Memangnya ini masalah gawat ya? Ya, iyalah ini adalah pondasi paling dasar dari keuangan setiap orang. Gampangnya, kalau mau keuangannya sehat, jangan mencari cara untuk menambah pendapatan dulu, tapi benahi dulu cara mengelola keuangannya. Kenapa? Karena pendapatannya besar, pengeluarannya juga besar, sama juga bohong, hasilnya nol besar. Sekedar cerita ada seorang yang bergaji Rp 5 juta/bulan, tapi pengeluaran bulanan hanya Rp 2,5 juta, ini sudah cukup baik. Di sisi lain ada orang lain bergaji sama Rp 5 juta/bulan, tetapi pengeluaran bulanan sebesar Rp 5 juta. Artinya, setiap bulan uang gajinya selalu habis, tidak ada uang untuk ditabung atau diinvestasikan, seolah hidup hanya untuk hari ini saja. Lalu ada orang lain lagi bergaji sama Rp 5 juta, tetapi pengeluarannya malah mencapai Rp 7 juta/bulan. Ternyata selisih Rp 2 juta ditutup dengan utang. Tujuannya apa? Untuk memenuhi gaya hidupnya. Ada yang merasa sama masalahnya? Itulah kenapa mengelola pendapatan itu penting. 2. Tidak tahu aturan dalam berutang Perencana keuangan Aidil Akbar Madjid memberi pesan penting bagi generasi Y dan Z terkait berutang. “Generasi Y dan Z sangat wajib hukumnya mengetahui tujuan berutang dan aturan dalam berutang sebelum mengambil utang.”ujar Aidil. Ia menyarankan kalau belum perlu-perlu amat, bisa ditunda, bisa melalui proses investasi, lebih baik dipikir dua kali sebelum berutang. Kenapa? Karena banyak dari generasi Y dan Z berutang hanya untuk hanya untuk hal-hal yang bersifat konsumtif, berpikir seolah hidup hanya untuk hari ini saja. Tidak memperhitungkan ratio utang seharusnya tidak boleh lebih dari 30%-35% dari pendapatan bulanan. Masalah yang sering terjadi pada generasi Y dan Z adalah selalu kehabisan uang setiap bulan hanya untuk membayar utang yang umumnya bersifat konsumtif, seperti traveling, belanja online barang-barang yang tidak ada urgensinya, update gadget terbaru bukan untuk penunjang kerja, tapi sekedar gaya. “Hal paling menyedihkan sebagian besar generasi Y dan Z dalam berutang adalah tidak memperhitungkan bunga, memperhatikan tanggal jatuh tempo, tidak membayar penuh tagihan, semakin memperburuk kondisi keuangan generasi ini.”jelas Aidil.
Baca Juga: Boleh Utang Kok, Tapi Ada Syaratnya Nih! Padahal semestinya prinsip dalam berutang adalah jangan mengambil utang kalau tidak mampu membayarnya, jangan asal pakai prinsip Buy Now Pay Later, beli sekarang, bayarnya tidak tahu deh, bunganya tidak tahu deh, pokoknya kalau sudah ada uang saya lunasi. Nah kalau sudah begini niat berutangnya sudah beda. Pikirkan masak-masak sebelum berutang. Adalagi fenomena generasi Y dan Z yang lebih parah terkait keuangan. “Banyak generasi Y dan Z melakukan investasi dengan uang pinjaman alias utang, terutama pinjaman online.”imbuh Aidil. Situasi yang membuat semakin parah adalah investasinya di saham alias trading saham, di mana risiko investasinya cukup tinggi, terutama bagi mereka yang tidak punya pengalaman atau tidak mengerti tentang saham.
Baca Juga: Anda Habis Gajian? Yuk Atur Pengeluaran dengan Bijak! Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) generasi Y dan Z memiliki utang yang lebih banyak dibandingkan dengan generasi lain. Salah satunya terlihat dari data kepemilikan rekening dan jumlah outstanding pinjaman pada fintech P2P lending. Statistik fintech P2P lending (fintech pendanaan bersama) OJK pada Desember 2022 menunjukkan bahwa 62% rekening fintech pendanaan bersama dimiliki oleh nasabah berusia 19-34 tahun. Artinya pengguna fintech pendanaan bersama didominasi oleh generasi Y dan Z. Kedua masalah keuangan ini harus bisa ditangani terlebih dulu, agar pendapatan yang diperoleh tidak habis percuma. Nah, untuk dua masalah keuangan lainnya simak di bagian kedua ya. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Lima Langkah Agar Anda Jago Membuat Anggaran Bulanan Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti