KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengatakan, potensi investasi hulu migas Indonesia masih sangat besar di mana masih ada 70 cekungan potensial yang belum dijelajahi yang ditawarkan untuk investor. “Kami akan mempercepat eksplorasi di 5 wilayah kerja Indonesia Timur, yaitu Buton, Timor, Seram, Aru-Arafura dan West Papua Onshore,” jelasnya dalam IPA Convention and Exhibition di JCC Senayan, Rabu (21/9). Arifin bilang, saat ini Indonesia juga memiliki 4 proyek migas yang menjanjikan, yaitu IDD Gendalo dan Gehem, Lapangan Jambaran Tiung Biru, Lapangan Abadi dan Tangguh Train-3, yang diharapkan dapat meningkatkan produksi migas sebesar 65.000 BOPD dan 3.484 MMSCFD, dengan total investasi lebih dari US$ 37 miliar.
Baca Juga: Konsumsi Energi Fosil Meningkat, Indonesia Hadapi Tantangan Ganda Untuk lebih meningkatkan produksi migas, pihaknya akan mengumumkan Putaran Penawaran Minyak Indonesia di mana putaran kedua tahun 2022 ini terdiri dari 5 kandidat penawaran langsung, satu kandidat penawaran langsung blok Paus, satu kandidat tender reguler dan satu penawaran langsung West Kampar. Kemudian, untuk mendorong lebih banyak investasi hulu di Indonesia, Pemerintah telah melakukan beberapa terobosan kebijakan, melalui kontrak fleksibilitas (Cost Recovery PSC atau Gross Split PSC), peningkatan syarat & ketentuan pada putaran penawaran, insentif fiskal/non-fiskal, izin online pengajuan dan penyesuaian regulasi untuk yang tidak konvensional. Selanjutnya, untuk menarik investasi, Arifin bilang, Pemerintah akan merevisi undang-undang migas tahun 2021 dengan memberikan perbaikan fiscal term, asumsi dan pelepasan, kemudahan berusaha, dan kepastian kontrak. Sedikit kilas balik, Indonesia pernah mengalami
oil boom sebanyak dua kali. Pertama, pada tahun 1974, ketika OPEC secara drastis memangkas ekspor resminya yang menyebabkan harga minyak melonjak. Kedua, pada tahun 1979, ketika Iran sedang mengalami revolusi nasional dan mengacaukan minyak dunia pasokan, yang berarti lonjakan harga minyak dunia yang tinggi. Oil boom tersebut menyebabkan Indonesia memperoleh keuntungan yang sangat besar dari penjualan minyak sehingga memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: ENI Akuisis PI Chevron di Proyek IDD? Menteri ESDM: Tunggu Pengumuman Resmi Indonesia juga pernah mengalami dua periode puncak produksi minyak pada tahun 1977 dan 1995 yang mencapai lebih dari 1,6 juta barel per hari, terutama berasal dari Rokan, Jatibarang, Mahakam dan Arjuna ONWJ. Sedangkan produksi gas mencapai puncaknya pada tahun 2004 sebesar 1.533 MBOEPD yang berasal dari lapangan vortawa. Puncak produksi migas terjadi pada tahun 1998 sebesar 2.960 MBOEPD.
Setelah tahun 1995, produksi minyak terus menurun begitu pula produksi gas pada tahun 2005, karena tidak ditemukannya cadangan minyak yang besar, kurangnya eksplorasi dan investasi, keterbatasan pembiayaan, Covid-19 dan pergeseran investasi ke energi terbarukan. “Namun demikian, kami akan mendorong produksi migas untuk mencapai target sebesar 1 juta BOPD dan 12 BSCFD dengan beberapa strategi,” ujar Arifin. Sejumlah strategi itu ialah optimasi produksi yang ada, transformasi sumber daya ke produksi, percepatan Chemical Enhanced Oil Recovery dan eksplorasi besar-besaran untuk penemuan besar serta minyak inkonvensional. dan pengembangan gas. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .