Ini 5 aturan baru OJK terkait penanganan efek corona atau Covid-19



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Untuk menahan efek lanjut pandemi virus corona (Covid-19) Otoritas Jasa Keuangan (OJK)telah merilis limaaturan baru untuk industri keuangan dan pasar modal. 

Peraturan OJK atau POJK tersebut merupakan aturan pelaksanaan dari Perppu No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 yang disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 31 Maret 2020.
 
Mengutip siaran resmi OJK, Jumat (24/4) lima aturan itu sudah resmi dirilis pada 21 April 2020 lalu.
 
Pertama, aturan bagi Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dalam melakukan relaksasi kepada nasabah. Yakni POJK Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank.
 
POJK COVID-19 IKNB ini antara lain memuat ketentuan mengenai pemberian restrukturisasi pembiayaan bagi debitur yang terkena dampak COVID-19 dan berbagai ketentuan lain seperti:
 
* Batas waktu penyampaian laporan berkala;
* Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan;
*Penetapan kualitas aset berupa Pembiayaan dan restrukturisasi Pembiayaan;
* Perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah;
* Perhitungan kualitas pendanaan dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti;
* Pelaksanaan ketentuan pengelolaan aset sesuai usia kelompok peserta (life cycle fund) bagi dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti.
 
Kedua, POJK No. 32/POJK.04/2014 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham.
POJK ini merupakan perubahan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 32/POJK.04/2014 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perusahaan Terbuka.
 
 POJK ini dikeluarkan untuk meningkatkan partisipasi pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka, khususnya dalam pembentukan kuorum kehadiran.
 
Pemegang saham dapat melakukan pemberian kuasa secara elektronik kepada pihak ketiga untuk mewakilinya hadir dan memberikan suara dalam RUPS.
 
Adapun pokok-pokok pengaturan dalam POJK ini antara lain sebagai berikut:
a. Ketentuan mengenai pemberitahuan mata acara, pengumuman, dan pemanggilan RUPS;
b. Kewajiban Perusahaan Terbuka untuk menyediakan alternatif pemberian kuasa secara elektronik bagi pemegang saham untuk hadir dan memberikan suara dalam RUPS;
c. Pemberian kuasa secara elektronik dilakukan dengan menggunakan Sistem Penyelenggaraan RUPS Secara Elektronik (e-RUPS) yang disediakan oleh Penyedia e-RUPS atau sistem yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka;
d. Pihak yang dapat menerima kuasa secara elektronik meliputi: Partisipan yang mengadministrasikan sub rekening efek/efek milik pemegang saham.
Pihak yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka; atau Pihak yang ditunjuk oleh pemegang saham.
e. Kegiatan Penyedia e-RUPS hanya dapat dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan atau Pihak lain yang disetujui Otoritas Jasa Keuangan.
 
Ketiga, aturan terkait penyelenggaraan RUPS secara elektronik oleh emiten. Ini tertuang dalam POJK Nomor 16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan RUPS Perusahaan Terbuka Secara Elektronik.
 
Penyelenggaran RUPS dilakukan melalui telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Dengan demikian, pelaksanaan RUPS dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien di tengah pandemi.
 
Secara umum teknis Pelaksanaan RUPS Secara Elektronik adalah sebagai berikut :
1. Tetap mewajibkan RUPS fisik secara terbatas (minimal pimpinan RUPS, 1 anggota direksi dan/atau 1 anggota dewan komisaris, dan profesi penunjang);
2. Pemegang saham diberikan kesempatan untuk hadir secara fisik, sepanjang Perusahaan Terbuka menyediakan kuota tertentu (tidak untuk seluruh pemegang saham);
3. Kehadiran pemegang saham secara elektronik dalam RUPS secara elektronik dapat menggantikan kehadiran pemegang saham secara fisik dan dihitung sebagai pemenuhan kuorum kehadiran;
4. Dalam kondisi tertentu, Perusahaan Terbuka dapat tidak melaksanakan RUPS secara fisik atau melakukan pembatasan kehadiran pemegang saham secara fisik baik sebagian maupun seluruhnya dalam pelaksanaan RUPS secara elektronik; Kondisi tertentu tersebut ditetapkan oleh Pemerintah atau dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
 
Keempat, aturan tentang transaksi material dan perubahan kegiatan usaha. Aturan ini, menyempurnakan definisi dan prosedur transaksi material, memperjelas substansi pengaturan, dan meningkatkan efektivitas pengaturan.
 
 POJK ini bertujuan meningkatkan perlindungan pemegang saham publik dalam transaksi material dan perubahan kegiatan usaha.
Seluruh ketentuan dalam POJK ini berlaku enam bulan setelah diundangkan, kecuali pengaturan yang memberikan pengecualian bagi lembaga jasa keuangan dalam kondisi tertentu.
 
Pokok-pokok pengaturan dalam POJK tersebut antara lain,
a. Perluasan cakupan definisi transaksi material yaitu setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terbuka atau perusahaan terkendali yang memenuhi batasan nilai sebagaimana diatur dalam POJK ini;
b. Perluasan batasan nilai transaksi material, semula nilai transaksi sama dengan 20% atau lebih dari ekuitas perusahaan terbuka, menjadi nilai transaksi sama dengan 20% atau lebih dari ekuitas perusahaan terbuka dan apabila perusahaan terbuka mempunyai ekuitas negatif maka perhitungan nilai transaksi sama dengan 10% atau lebih dari total aset perusahaan terbuka;
c. Penyempurnaan lingkup transaksi material sehingga mencakup antara lain:
-Transaksi Material yang mengganggu kelangsungan usaha;
-Transaksi restrukturisasi BUMN;
-Transaksi yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan dalam kondisi tertentu; dan Dilusi yang nilainya material;
 
Pengaturan dalam POJK memberikan pengecualian bagi lembaga jasa keuangan yang melakukan Transaksi Material dikecualikan dari kewajiban melakukan keterbukaan informasi kepada publik, namun tetap wajib lapor ke OJK.
 
Kelima, aturan penanganan masalah di industri perbankan yang   tertuang dalam POJK Nomor 18/POJK.03/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan Bank.
Aturan in iberisi  langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya di sektor perbankan di tengah ancaman pelemahan ekonomi akibat pandemi.
 
Aturan ini berlaku bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan kantor cabang dari bank di luar negeri.
 
OJK dalam hal ini memiliki wewenang memberikan perintah tertulis kepada bank untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan integrasi.
 
Selain itu, OJK berhak memberikan perintah tertulis kepada bank untuk menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan integrasi.
 
Perintah tertulis diberikan kepada bank yang memenuhi kriteria penilaian OJK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Titis Nurdiana