JAKARTA. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menegaskan tak mempersoalkan jika pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dilanjutkan. Dengan catatan, pemerintah bersikap tegas untuk membahasnya. Selain itu, harus ada ketegasan sikap dari mayoritas fraksi untuk melanjutkan pembahasam revisi UU tersebut.
"F-PPP tidak mempermasalahkan apakah revisi UU KPK ini akan diteruskan atau akan dihentikan, karena adanya penolakan dari masyarakat sipil. Namun, PPP memberikan catatan sebagai syarat pembahasan," kata anggota Fraksi PPP Arsul Sani, Rabu (17/2). Fraksi PPP memberikan lima poin terkait revisi UU tersebut. Pertama, DPR dan pemerintah harus membuka ruang yang luas kepada publik untuk menyampaikan pandangannya terhadap revisi ini. Selanjutnya, PPP tak setuju apabila dewan pengawas yang nantinya akan dibentuk bertugas untuk memberikan izin penyadapan kepada penyidik. Usulan itu sebelumnya muncul di dalam Pasal 37 D draf RUU KPK. Ada dua tugas utama dewan pengawas yaitu memberikan izin penyadapan dan peyitaan, serta menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK. "Dewan pengawas seyogyanya lebih berfungsi sebagai pengawas etik dan compliance auditor. Bukan sebagai lembaga pemberi izin," ujarnya. Ia menambahkan, meski penyadapan tak perlu mendapatkan izin, namun tindakan pencarian informasi tersebut harus dapat diaudit oleh dewan pengawas. Keempat, Fraksi PPP mengusulkan agar alternatif penghentian penyidikan dan penuntutan harus dibuka.
Meski demikan, tidak menggunakan mekanisme SP3, melainkan dengan mekanisme penetapan pengadilan untuk alasan-alasan yang terbatas yang ditentukan di dalam UU. "Kelima, penguatan terhadap pasal-pasal tentang penyelidik dan penyidik independen. Sehingga semakin tegas bahwa KPK punya kewenangan untuk merekruit penyelidik dan penyidiknya sendiri," ujarnya. Meski wewenang pengangkatan penyelidik dan penyidik itu diperkuat, lanjut Arsul, bukan berarti akan menutup kemungkinan bagi KPK untuk merekruit dari kepolisian dan kejaksaan. (Dani Prabowo) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia