KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Rencana hilirisasi batubara PT Bumi Resoruces Tbk (
BUMI) bisa dikatakan sebagai proyek yang paling konkret. Aksi bisnis perusahaan Bakrie Group ini sudah lebih jelas perihal produk apa yang dihasilkan dan pasar yang akan disasar.
Sebagai entitas usaha BUMI, PT Arutmin sedang menggarap proyek batubara menjadi ammonia (
coal to ammonia) dan saat ini dalam proses penjajakan dengan perusahaan asal China.
Direktur PT Arutmin Indonesia, Sudirman Widhy Hartono menjelaskan, setelah rencana menggarap gasifikasi batubara dengan Air Products kandas, Arutmin mengajukan permohonan kembali ke pemerintah untuk mengkaji ulang program hilirisasi.
Baca Juga: Tahapan Konstruksi Proyek Hilirisasi Batubara Akan Dimulai pada 2025 “Akhirnya program hilirisasi kami bukan mengubah batubara menjadi ethanol, tetapi menjadi ammonia. Kami memilih ini karena offtaker amonia banyak,” jelasnya di acara Mining for Journalist 2024 yang diselenggarakan Perhapi, Kamis (29/2).
Dia menjelaskan, amonia banyak dibutuhkan untuk pabrik pupuk sebagai bahan baku. Selain itu, produk ini juga diperlukan dalam dunia pertambangan.
“Amonia bisa digunakan kami sendiri dan perusahaan tambang lain. Biasanya untuk peledakan,” jelasnya.
Namun perihal kapasitas produksi hingga potensi pasar belum bisa dijelaskan rinci oleh Widhy.
Sebelumnya, Presiden Direktur Bumi Resources, Adika Nuraga Bakrie mengatakan sebagian amonia dari fasilitas ini akan diolah menjadi amonium nitrat. Adika mengungkapkan penjualan amonium nitrat tersebut akan diprioritaskan untuk kebutuhan domestik. “Ada sebagian yang kita mau ambil sendiri untuk amonium nitrat dan sisanya akan di
open market, sedang dihitung,” ujarnya tahun lalu.
Sebelumnya, Adika pernah menjelaskan, sepertiga dari kapasitas amonia bisa dipakai sendiri untuk amonium nitrat. “Arutmin juga jalankan itu. Untuk batubara tergantung nanti kebutuhannya lebih berapa kita hitung,” ujarnya. Sedikit kilas balik, BUMI menyatakan komitmen hilirisasi batubara
untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Pada saat itu, proyek gasifikasi batubara akan dijalankan bersama Air Products yang juga menjalin kerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Baca Juga: KPC dan Arutmin Akhirnya Dapat Persetujuan RKAB Periode 2024-2026 Meski sudah ramai diberitakan proyek ini akan berjalan, nyatanya hasil kajian keekonomian proyek berkata sebaliknya.
Hasil kajian keekonomian, produk gasifikasi yakni dymethil ether (DME) sebagai pengganti LPG, hanya bisa diserap oleh Pertamina untuk kebutuhan dalam negeri, di mana harganya sudah ditentukan. Widhy menerangkan, bagi perusahaan tambang batubara seperti Arutmin dan KPC, biaya proyek gasifikasi sangat besar, namun di sisi harga pembelian dari Pertamina lebih rendah.
“Jadi tidak feasible proyeknya, alhasil Air Products tidak jadi,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .