Ini alasan Askindo tolak BM biji kakao dibebaskan



JAKARTA. Permohonan sebagian kecil industri pengolahan kakao atau cocoa grinder untuk menurunkan tarif impor, dipertanyakan oleh asosiasi kakao Indonesia (Askindo) yang beranggotakan Kelompok tani (Koperasi), pedagang, eksportir dan industri pengolahan Kakao/cocoa grinder. Dalam siaran persnya, Kamis (17/4), beberapa masukan yang dilontarkan Askindo tersebut, antara lain: 1. Produksi kakao Indonesia 500.000 metrik ton (MT) dari tahun 2008, tarif impor sudah lama 5 %, kapasitas pabrik pengolahan kakao dalam negeri 550.000 MT(belum ada data yang valid). 2. Impor kakao dari dulu dikisaran 20.000 MT - 30.000 MT‎, karena kebutuhan pabrik tertentu saja. 3. Dari data BPS Januari-Desember 2013: Eskpor biji kakao 188.000 MT, ekspor cocoa butter 82.000 MT (sama dengan pabrik menggiling kakao hanya 250.000 MT), ekspor cocoa paste 42.000 MT. Jadi, industri dalam negeri baru menggiling kakao sebesar 325.000 MT. Dari data-data di atas, dapat diambil perkiraan sebagai berikut :

1. Perusahaan pengolahan kakao yang memperbesar kapasitas giling dan berinvestasi dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 sudah tahu produksi dan tarif impor di Indonesia dan itu bukan masalah bagi mereka. Karena itu, perusahaan pengolahan tetap membangun pabrik. 2. Ternyata, ekspor kakao Indonesia masih besar (188.000 MT), seharusnya industri pengolahan bekerja dengan full capacity dulu sampai bisa dibuktikan di tahun 2014 ini tidak ada ekspor biji kakao lagi. Kalau ekspor biji kakao masih besar, kenapa kita harus impor? 3. Industri yang masuk ke Indonesia sudah siap untuk impor kakao dengan tarif 5%. ‎4. Apabila impor dijadikan 0% sementara belum ada instrumen lain untuk melindungi petani, maka kami berpandangan Impor kakao adalah cara yang mudah untuk mendapatkan kakao dengan cara besar2an dan mutunya bagus, kami yakin apabila tarif dijadikan 0%, maka industri lebih cenderung impor karena mendapatkan kakao dalam negeri kompetisinya agak ketat, maka apabila impor dimudahkan maka Industri lebih memilih impor dan akan menomor duakan membeli kakao lokal. 5. Apabila industri sudah suka melakukan impor dan harga petani ditekan, maka pilihannya petani akan beralih ke komoditi lain, produksi kakao Indonesia akan turun dan Indonesia akan diserbu kakao impor, hampir sama dengan kejadian di komoditi yang lain (beras, kedelai, gula, buah-buahan dan sayur-sayuran dll)‎. Usul dari Askindo sebaiknya pemerintah melakukan kajian yang lebih dalam. Sebab, ekspor kakao Indonesia dinilai masih besar. Jika bea masuk impor kakao dibebaskan, dikhawatirkan terjadi penekanan harga ke petani kakao dan petani akan lari membudidayakan komoditi lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan