Ini alasan BI luncurkan QRIS menurut pelaku usaha



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dalam rangka penerapan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) akan meluncurkan QR Indonesian Standard (QRIS) yang dijadwalkan rilis pada 17 Agustus 2019 mendatang. Hal tersebut juga akan mulai diterapkan secara menyeluruh pada tanggal 1 Januari 2020.

Menurut sejumlah pelaku usaha, ada beberapa hal yang mendorong BI untuk melakukan implementasi pembayaran melalui QR. Salah satunya melihat contoh keberhasilan QR sebagai sarana pembayaran di negara tetangga semisal China lewat Alipay dan WeChatPay serta India lewat PayTm dan BharatQR.

Baca Juga: Mulai jalan 1 Januari 2020, begini ketentuan BI terkait QR code


Jika merujuk secara historis, penerapan QR Code sebagai alat pembayaran sebenarnya sudah dilakukan di Indonesia sejak pertengahan tahun 2015. Namun, kala itu penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) masih menggunakan QR secara closed loop alias secara eksklusif.

Melihat besarnya potensi tersebut, BI kemudian memutuskan untuk melakukan standardisasi QR Code. Langkah ini dimulai sejak tahun 2018 lalu.

Baca Juga: Pengelola PRIMA: 30 mitra belum terstandardisasi QRIS Bank Indonesia

Hal lain yang mendorong bank sentral, adalah perkembangan telepon pintar (smartphone) di Tanah Air cukup pesat. Catatan CIMB Niaga, per akhir 2018 sudah ada 103 juta unit smartphone di Indonesia, meningkat sebanyak 275% dalam kurun waktu lima tahun.

Meski begitu pesat, faktanya penetrasi sistem pembayaran non tunai saat ini masih terpusat di kota-kota besar. Artinya, diperlukan perluasan penetrasi pembayaran non tunai untuk meningkatkan tingkat ekonomi masyarakat sekaligus mempermudah pembayaran.

Pun, dari segi bisnis Achmad Gustiyana Merchant Business Development Head CIMB Niaga dalam sosialisasi QRIS yang diadakan oleh PT Rintis Sejahtera mengatakan penerapan QRIS akan lebih murah dibandingkan pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC).

Baca Juga: BI pastikan standardisasi QR code akan meluncur pada HUT Kemerdekaan RI

Dengan kata lain, perbankan atau PJSP punya keleluasaan dalam penetrasi sistem pembayaran non tunai. Misalnya saja, untuk pengadaan satu mesin EDC, penyelenggara sistem pembayaran harus merogoh kocek sebesar Rp 2,5 juta per merchant. Sedangkan menggunakan QR, hanya perlu dana sebesar Rp 35 ribu untuk satu kode QR di tiap merchant.

"Jumlah smartphone sekarang sangat banyak. Dan bisa menjangkau banyak, karena berbasis aplikasi bukan card based," katanya di Jakarta, Rabu (14/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati