Ini alasan BNI tolong Kembang 88 lolos dari pailit



JAKARTA. Perusahaan Pembiayaan PT Kembang 88 untuk kedua kalinya berpeluang lolos dalam kepailitan. Sebab ada dua kreditur separatis yang mencabut suaranya dalam pemungutan suara (voting). Keduanya adalah, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia Syariah yang menyatakan menarik suara saat voting pada 14 Juni lalu yang tadinya menolak menjadi menerima proposal perdamaian. Lalu kenapa mereka jadi menerima proposal perdamaian?

Kuasa hukum internal BNI Syariah Bayu Septian mengatakan, pihaknya memiliki pertimbangan tersendiri dalam mencabut suara. Namun yang pasti, BNI Syariah masih memberikan kesempatan dalam hal pembayaran kepada para krediturnya. "Berdamai memang pilihan yang terbaik bagi debitur dan kreditur bank, karena debitur bisa melanjutkan usaha dan kami bisa mendapatkan pembayaran," katanya, Senin (19/6). Apalagi dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator selalu memantau proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT Kembang 88. "Setidaknya, jika kami masih memberikan kesempatan, OJK kan juga pasti akan mendukung, dan kondisi keuangan bisa membaik," tambah Bayu. Pihaknya juga mengakui, regulasi pengambilan keputusan yang bentrok dengan voting juga menjadi alasan mengapa saat itu memilih untuk menolak proposal perdamaian. Padahal pembicaraan sudah dilakukan jauh sebelum voting. BNI dan BNI Syariah keduanya dapat mengerek suara kreditur separatis yang setuju menjadi 81% dari sebelumnya 57,86%. Sebab keduanya memiliki suara masing-masing 6.612 dan 19.800. Sehingga Pasal 281 ayat 1 huruf b UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU terpenuhi, dan bisa terjadinya perdamaian alias homologasi. Dengan begitu, dalam sidang, Senin (19/6) disepakati untuk memperpanjang masa PKPU tetap Kembang 88 untuk kelima kalinya selama 21 hari yang akan berakhir pada 10 Juli 2017. Dalam masa perpanjangan itu pun akan dimaksudkan untuk dilakukannya voting ulang untuk mengubah hasil voting sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan