JAKARTA. Usul Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hanya melayani manfaat non medis di kelas tiga bak mimpi di siang bolong. Syafranelsar, Kepala Sub Bidang Jaminan Kesehatan Penerima Upah dan Sukarela Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan menuturkan alasannya. Menurut dia, usulan tersebut berarti menentang Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang menyebut manfaat non medis peserta BPJS maksimal ada di kelas satu. Ini sudah diputuskan oleh Presiden RI. Kedua, karena transformasi BPJS Kesehatan berasal dari PT Askes (Persero), berarti ada banyak peserta BPJS Kesehatan merupakan limpahan peserta Askes. Peserta Askes ini banyak dari Pegawai Negeri Sipil, Tentara Nasional Indonesia dan Polri. "Kenapa harus kelas satu? Karena, banyak peserta Askes yang sesuai golongannya ada di kelas ini, tentu mereka tidak mau jika manfaatnya berkurang. Makanya, manfaat non medis ini pun kami samakan untuk peserta bukan penerima bantuan iuran (PBI), " ujarnya, Selasa (4/3). Lain cerita bagi peserta PBI (fakir miskin) yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah, maka manfaat non medis mentok di kelas 3. Namun, sambung Syafranelsar, manfaat medis kelas 3 tidak terbatas untuk penyakit kritis sekalipun. Julian Noor, Direktur Eksekutif AAUI sebelumnya melempar wacana agar, BPJS Kesehatan menurunkan manfaat non medisnya hanya di kelas 3. Usulan ini dikumandangkan agar potensi pasar asuransi swasta tetap terbuka lebar di era jaminan sosial. "Karena, jika BPJS menjamin perawatan sampai kelas 1, sebagian pekerja tidak membutuhkan manfaat tambahan," terang dia. Hal itu bisa menjadi tantangan berat bagi asuransi swasta atau komersial yang selama ini banyak bermain di layanan kesehatan untuk kelas menengah ke bawah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ini alasan BPJS tetap layani kelas satu
JAKARTA. Usul Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hanya melayani manfaat non medis di kelas tiga bak mimpi di siang bolong. Syafranelsar, Kepala Sub Bidang Jaminan Kesehatan Penerima Upah dan Sukarela Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan menuturkan alasannya. Menurut dia, usulan tersebut berarti menentang Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang menyebut manfaat non medis peserta BPJS maksimal ada di kelas satu. Ini sudah diputuskan oleh Presiden RI. Kedua, karena transformasi BPJS Kesehatan berasal dari PT Askes (Persero), berarti ada banyak peserta BPJS Kesehatan merupakan limpahan peserta Askes. Peserta Askes ini banyak dari Pegawai Negeri Sipil, Tentara Nasional Indonesia dan Polri. "Kenapa harus kelas satu? Karena, banyak peserta Askes yang sesuai golongannya ada di kelas ini, tentu mereka tidak mau jika manfaatnya berkurang. Makanya, manfaat non medis ini pun kami samakan untuk peserta bukan penerima bantuan iuran (PBI), " ujarnya, Selasa (4/3). Lain cerita bagi peserta PBI (fakir miskin) yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah, maka manfaat non medis mentok di kelas 3. Namun, sambung Syafranelsar, manfaat medis kelas 3 tidak terbatas untuk penyakit kritis sekalipun. Julian Noor, Direktur Eksekutif AAUI sebelumnya melempar wacana agar, BPJS Kesehatan menurunkan manfaat non medisnya hanya di kelas 3. Usulan ini dikumandangkan agar potensi pasar asuransi swasta tetap terbuka lebar di era jaminan sosial. "Karena, jika BPJS menjamin perawatan sampai kelas 1, sebagian pekerja tidak membutuhkan manfaat tambahan," terang dia. Hal itu bisa menjadi tantangan berat bagi asuransi swasta atau komersial yang selama ini banyak bermain di layanan kesehatan untuk kelas menengah ke bawah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News