KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain Fraksi Demokrat, Fraksi PKS juga menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan dalam pembahasan tingkat 2 atau Rapat Paripurna DPR RI hari ini, Selasa (11/7). Anggota Komisi IX Fraksi PKS Netty Prasetiyani menyampaikan, penyusunan RUU tentang kesehatan yang dibahas dengan metode Omnibus Law, mewajibkan penyusun melakukannya secara menyeluruh, teliti, dan melibatkan pemangku kepentingan terkait (meaningfull participation). Sehingga tidak ada pengaturan yang luput dan kontradiksi. Ada beberapa hal yang menjadi sorotan dari Fraksi PKS terkait RUU Kesehatan. Pertama, Fraksi PKS menilai proses penyusunan RUU tersebut merupakan bentuk preseden yang kurang baik bagi proses legislasi ke depan.
Baca Juga: RUU Kesehatan Sah jadi UU, Hilangnya Mandatory Spending Menjadi Sorotan "Karena pembahasan yang terkesan tergesa-gesa ini juga mengakibatkan tidak tercapainya meaningfull participation," kata Netty dalam Rapat Paripurna DPR RI ke 29 Masa Persidangan V, Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (11/7). Kedua, Fraksi PKS mempertimbangkan beberapa catatan dari Bappenas yang menyebutkan bahwa ada 9 dari 10 prioritas kesehatan yang tidak tercapai. Diantaranya angka stunting di Indonesia yang masih tinggi di angka 21%. Kemudian angka kematian ibu dan bayi yang juga masih menjadi masalah nasional. Oleh karena itu, Fraksi PKS kata Netty, ditiadakannya pengaturan alokasi wajib anggaran atau mandatori spending kesehatan dalam RUU kesehatan merupakan sebuah kemunduran bagi upaya menjaga kesehatan masyarakat Indonesia. Pasalnya, dalam Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 sebelumnya, mengatur alokasi dana kesehatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebesar masing-masing 5%. Kebutuhan dana kesehatan Indonesia sebagai negara berkembang justru meningkat dari waktu ke waktu, karena semakin kompleksnya masalah kesehatan di masa mendatang. "Fraksi PKS berpendapat bahwa mandatory spending penting untuk menyediakan pembiayaan, pelayanan kesehatan yang berkesinambungan, dengan ketersediaan jumlah anggaran yang cukup. Dengan adanya mandatori spending, maka jaminan anggaran kesehatan dapat teralokasi secara adil dalam rangka menjamin peningkatan derajat kesehatan masyarakat," jelasnya.
Baca Juga: Dinilai Tidak Transparan, CISDI Kecam Pengesahan RUU Kesehatan Oleh karena itu, Netty menyampaikan, Fraksi PKS memandang mandatory spending adalah ruh dan bagian terpenting dalam rancangan Undang-Undang Kesehatan ini.
Selanjutnya mengenai adanya aturan dokter asing. Fraksi PKS menginginkan terwujudnya 'kerja mudah, sehat murah' bagi masyarakat Indonesia. Maka Netty menyebut, aturan yang dihadirkan harus berpihak kepada masyarakat luas dan bukan kepada para pemilik modal. Negara dinilai harus bisa menjamin lapangan kerja yang tersedia secara luas bagi warga negara Indonesia. Dalam hal ini, tenaga kesehatan dan tenaga medis Indonesia. "Tentunya hilangnya kesehatan kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, baik itu karena masuknya tenaga kerja asing, ataupun karena hilangnya aturan yang memperbolehkan sebuah pekerjaan tentu tidak dapat diterima," tegas Netty. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi