Ini alasan impor tumbuh lebih cepat ketimbang ekspor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbaikan terhadap kondisi neraca perdagangan jadi salah satu fokus pemerintah usai Lebaran. 

Sejak awal tahun, neraca perdagangan memang lebih banyak mengalami defisit ketimbang surplus, yakni defisit pada Januari (minus US$ 0,68 miliar), Februari (minus US$ 0,12 miliar), dan April (minus US$ 1,63 miliar), serta surplus pada Maret ( US$ 1,09 miliar). 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, peningkatan kegiatan ekonomi Indonesia selama ini berkontribusi pada pertumbuhan impor, terutama bahan baku dan bahan penolong. Sementara ekspor berjalan lambat, bahkan tidak bisa menyamai pertumbuhan impor yang mencapai dua digit dari data terakhir.


"Ekspor kita hanya naik 8% sampai 9% kemarin, year to date, sementara impornya (tumbuh) 21%. Jadi, ekspornya melambat, tapi impornya makin cepat, itu sebabnya kita defisit," kata Darmin saat open house di kediamannya, Jakarta Selatan, Sabtu (16/6). 

Menurut Darmin, salah satu sektor industri yang sedang berkembang adalah industri farmasi. Seiring dengan geliat industri farmasi, di satu sisi ikut mendongkrak impor karena bahan bakunya banyak yang berasal dari luar negeri, sementara produk farmasi paling banyak dipakai untuk di dalam negeri mendukung program jaminan kesehatan, bukan untuk diekspor. 

Ditambah lagi dengan impor yang terjadi menjelang Lebaran, meski jumlahnya disebut Darmin tidak terlalu besar karena kebanyakan untuk konsumsi.  

Ia menjelaskan, Indonesia masih terkendala melakukan ekspor, seperti adanya penetapan tarif bea masuk untuk kelapa sawit yang tinggi di India. 

"Ketika Perdana Menteri Modi (India) datang, itu termasuk yang dibicarakan Presiden karena banyak pengaruhnya ekspor kelapa sawit agak turun ke India. Mudah-mudahan setelah dititipkan ke PM Modi bisa ada solusi," ujar Darmin. 

Adapun upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah mendorong investasi bertujuan ekspor. Cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan memberi insentif berupa tax holiday kepada sejumlah sektor industri, termasuk industri petrokimia, industri kimia dasar, industri besi dan baja, dan industri hulu lainnya. 

"Kalau industri hulunya sudah di sini, yang terjadi kemudian adalah impornya tidak terlalu besar. Ini semua sedang kami siapkan agar bisa memperbaiki neraca perdagangan dalam bulan-bulan dan tahun ke depan," ujarnya. 

Meski surplus neraca perdagangan baru terjadi 1 bulan sejak awal tahun, Darmin optimistis neraca perdagangan keseluruhan untuk tahun ini akan surplus. Pada akhirnya, surplus neraca perdagangan diharapkan bisa mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi tahun ini. (Andri Donnal Putera)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita di Balik Tingginya Impor dan Lambatnya Ekspor"  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia