Ini alasan investasi di saham IPO berisiko tinggi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendatang baru di bursa saham dalam negeri terus bertambah. Buktinya, sepanjang tahun ini sudah ada 46 emiten baru yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga 15 September 2020. 

Per Jumat (25/9), mayoritas saham IPO tersebut memperlihatkan kenaikan harga. Ada yang hanya 5%, namun ada pula yang sudah untung hingga berkali lipat. Tetapi ada pula yang mencetak penurunan harga. 

Berdasarkan data yang dihimpun Kontan.co.id, emiten anyar yang cetak kenaikan tertinggi di tahun ini adalah PT Soho Global Health Tbk (SOHO). Saham perusahaan sudah melesat 503% menjadi Rp 10.975 per saham. 


Padahal, harga penawaran saham umum perdana alias initial public offering (IPO) SOHO di level Rp 1.820 per saham. Perusahaan ini sendiri baru mencatatkan diri di BEI pada 8 September lalu. 

Baca Juga: Harganya jatuh 6,92% hari ini, kemana arah saham SOHO ke depan?

Tetapi perlu diingat, tak semua emiten yang menggelar IPO mendapatkan hasil manis. Ada pula yang turun bahkan capai 51% dari harga IPO. 

Analis Philip Sekuritas Anugerah Zamzami Nasr pun mengatakan, secara umum saham-saham yang baru IPO memang cenderung berisiko. Pasalnya, saham-saham ini belum memiliki banyak historis kinerja keuangan. Belum lagi, untuk tahun ini, kebanyakan kapitalisasi pasarnya kecil sehingga rentan oleh transaksi yang besar.

Zamzami menilai, kenaikan harga saham yang tergolong tinggi pada saham-saham IPO hanya euforia sesaat sehingga harga saat ini belum mencerminkan valuasi sebenarnya. "Nanti dalam jangka panjang baru terseleksi mana emiten yang memang performa keuangannya bagus sehingga harganya sustain terus ke depan," tutur Zamzami saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (27/9).

Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani menambahkan, trading jangka pendek pada saham-saham yang baru IPO memiliki memang memiliki risiko tinggi. Terlebih lagi, apabila dana yang dihimpun dalam IPO relatif kecil.

Risiko tinggi tersebut terjadi karena adanya spekulasi harga pada saham-saham yang baru IPO, sebab harga dipercaya akan naik signifikan dalam waktu singkat. "Selain itu, likuiditas saham-saham yang baru IPO cenderung kecil sehingga menyebabkan fluktuasi yang sangat besar terhadap saham-saham tersebut," jelas dia. 

Untuk berinvestasi pada saham emiten pendatang baru, Hendriko menyarankan untuk melihat faktor fundamentalnya. Investor dapat menggunakan rasio-rasio sederhana, seperti price earnings ratio (PER) dan price to book value (PBV) untuk melihat valuasi saham sambil mendalami kinerja keuangan serta prospek usaha emiten di masa depan.

Baca Juga: IHSG diprediksi melanjutkan penguatan, cermati saham-saham berikut

Zamzami menambahkan, investor yang ingin membeli saham-saham IPO di pasar primer sangat perlu membaca prospektus dan mengerti risiko-risikonya. Sementara jika membeli di pasar sekunder, maka investor dapat melihat performa harga saham beberapa hari setelah tercatat. 

"Jika cukup volatil dan tidak suka yang berisiko sebaiknya tidak masuk. Kalau memang risk taker, sahamnya diperdagangkan jangka pendek saja," pungkas dia.

Selanjutnya: Ingat, mulai hari ini jam perdagangan efek bersifat utang dan sukuk diperpanjang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari