KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lakukan terminasi kontrak 49 wilayah kerja (WK) minyak dan gas (migas) eksplorasi selama 2020-2023. Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Noor Arifin Muhammad, mengatakan bahwa terminasi dilakukan lantaran masa eksplorasi habis dan tidak ditemukan sumber daya yang layak komersial, karena kondisi subsurface, dan karena pertimbangan internal perusahaan. Saat ini, pemerintah tengah mengevaluasi tindak lanjut ke depan terhadap WK-WK terminasi tersebut.
“Nanti akan dievaluasi lagi dan kalau hasilnya ada potensi untuk dilelang maka akan dilelang,” ujar Noor kepada Kontan.co.id, Rabu (11/10).
Baca Juga: Begini Dampak Kenaikan Harga Minyak Dunia Terhadap Operasional KKKS Sejauh ini, beberapa WK terminasi telah rampung dievaluasi dan ditawarkan kembali menjadi WK baru. Misalnya saja seperti WK Akimeugah I dan II yang berada di Daratan Papua Selatan dan Papua Pegunungan. Kedua WK tersebut telah ditawarkan pada acara Indonesian Oil and Gas (IOG) ke-4 di Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali pada September 2023 lalu dengan mekanisme lelang reguler. WK Akimeugah I memiliki luas 10,791.21 km², sedang WK Akimeugah II memiliki luas
12,987.68 km²
. Selain itu, ada pula WK Bengara I yang telah beroleh kontraktor baru, yaitu
Texcal Mahato EP FZCO. Wilayah kerja yang berlokasi di daratan Provinsi Kalimantan Utara, dengan luas area 922,17 km²
dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi sebesar 91 MMBOE tersebut dilelang dalam Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Tahap I Tahun 2023. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D Suryodipuro, mengatakan bahwa terminasi 49 WK migas secara umum tidak akan mengganggu pencapaian target
lifting migas tahun 2030 yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun, SKK Migas berharap agar WK-WK terminasi bisa segera dilelang kembali agar eksplorasinya bisa berjalan. “Karena kembali lagi, yang namanya target 1 juta barrel oil per day itu tidak bisa lepas dari penemuan eksplorasi, dan kita terus mengharapkan adanya
giant discovery untuk ini,” ujarnya saat ditemui di Serpong, Rabu (11/10). “Makanya salah satu yang kita gadang untuk 2024, bukan hanya kita bicara
no decline, tapi juga investment for exploration juga,” imbuhnya lagi. Lebih lanjut, ia juga memastikan bahwa SKK Migas bakal terus memberi informasi kepada calon investor seputar potensi-potensi di WK terminasi. “Nanti kan kalau umpamanya ada permintaan, itu biasanya akan dilihat dari permintaan data room dan lain-lain. Itu nanti dilihat dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal),” kata Hudi. Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan bahwa terminasi WK eksplorasi umumnya terjadi karena beberapa hal. Pertama, terjadi karena masa kontrak yang memang sudah habis sehingga WK harus dikembalikan. Kedua, bisa juga terjadi lantaran pertimbangan keekonomian proyek.
Baca Juga: Pengusaha Migas Memilih Konservatif di Tengah Memanasnya Gejolak Geopolitik Dunia “Artinya ketika yang ditemukan tidak sesuai dengan yang diekspektasikan di awal, biasanya dikembalikan kalau tidak ekonomis. Misalnya data awal diperkirakan (sumber daya) ada 1000, ketika di dalami atau dieksplorasi kemudian katakanlah cuma 500, nah 500 itu ekonomis atau tidak, kalau itu terus dikembangkan, kalau tidak biasanya itu dikembalikan ke pemerintah,” kata Komaidi saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (11/10).
Itulah sebabnya, untuk meminimalisir musabab yang kedua, Komaidi menilai bahwa perbaikan/peningkatan kualitas data penting untuk dilakukan. Namun, Komaidi juga tidak menampik adanya kemungkinan masalah komitmen Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam kasus terminasi WK eksplorasi. Hal ini biasanya terjadi pada KKKS yang memiliki dana investasi terbatas. Hal ini membuat KKKS lebih memprioritaskan investasi pada WK-WK potensial atau yang sudah memasuki tahapan produksi. Walhasil, WK eksplorasi menjadi tidak digarap secara maksimal. “Nah kalau permasalahan ini, yang terjadi tentu pemerintah perlu memikirkan kira-kira bagaimana KKKS bisa menjaga komitmen, mungkin perlu diberikan
reward dan punishment,” pungkas Komaidi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .