Ini alasan KPK hukum berat Susi Tur Andayani



JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara soal putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap perantara suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dalam kasus pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Susi Tur Andayani.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pihaknya memiliki alasan tersendiri dalam menjerat Susi dengan pasal penerima suap. "Ada lima hal," kata Bambang kepada wartawan di kantornya, Senin (23/6) petang.

Lima hal tersebut lanjut Bambang terbagi menjadi dua, yaitu fakta notoar yang merupakan fakta yang tidak perlu dibuktikan lagi dan fakta dalam persidangan. Bambang bilang, KPK memiliki tiga fakta notoar sehingga Susi diposisikan sebagai pihak penerima yaitu pertama, Susi adalah orang yang telah mengenal Akil sejak lama.


"Kedua, terdakwa (Susi) adalah orang yang sudah bekerja di kantor lawyer-nya Pak Akil. Ketiga, terdakwa bukan pertama kali mewakili kepentingan Akil," tambah Bambang.

Sementara itu dua fakta dalam persidangan yang dimaksud Bambang, yakni pertama ketika Susi menyampaikan kepada Wawan bahwa Akil meminta dana. Kedua, dalam kasus tersebut Susi berperan mewakili kepentingan Akil.

Kendati demikian, KPK mengapresiasi keputusan majelis hakim tersebut. Bambang bilang, putusan tersebut hanyalah perbedaan sudut pandang antara jaksa KPK dengan majelis hakim yang memutuskan Susi sebagai pihak pemberi suap kepada Akil. "Kedua pihak sepakat ada kejahatan, ada tindak pidana. Hanya saja perbedaannya adalah bagaimana menempatkan Susi sebagai pihak penerima atau pemberi," kata Bambang.

Sebelumnya, majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi menolak seluruh dakwaan Susi yang disusun tim jaksa KPK. Dalam dakwaan, Susi disebut sebagai penerima suap bersama-sama dengan Akil terkait pengurusan sengketa Pilkada Lebak dan Lampung Selatan. Namun, hakim tetap memutuskan Susi bersalah dan menjeratnya dengan pasal di luar dakwaan sebelumnya.

Susi terbukti menjadi perantara pemberi suap kepada Akil sebesar Rp 1 miliar terkait sengketa Pilkada Kabupaten Lebak. Ia juga terbukti menjadi perantara pemberi suap kepada AKil sebesar Rp 500 juta terkait sengketa Pilkada Lampung Selatan. Ia dijatuhi hukuman pidana lima tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa