Ini alasan KPK jerat Nindya Karya jadi tersangka korupsi korporasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Nindya Karya bersama PT Tuah Sejati ditetapkan jadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas dugaan tindak pidana korupsi pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN 2006-2011.

"Penyidikan terhadap PT NK dan PT TS sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dengan tersangka sebelumnya," kata Wakil Ketua KPK Laode Syarif dalam keterangan resminya, Jumat (13/4).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka pada kasus ini. Empat tersangka tersebut yakni, Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumut dan Nangroe Aceh Darussalam, Heru Sulaksono; PPK Satuan Kerja Pengembangan Bebas Sabang, Ramadhany Ismy.


Kemudian, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Ruslan Abdul Gani; serta Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Teuku Syaiful Ahmad. Keempatnya sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor dan dijatuhkan hukuman penjara berbeda-beda.

"Bahwa PT NK dan PT TS melalui Heru Sulaksono diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau korporasi terkait pekerjaan pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN 2006-2011 dengan nilai proyek Rp 793 miliar," papar Laode.

Proyek tersebut sejatinya telah direncanakan sejak 2004 dengan anggaran Rp 7 miliar, namun terhambat lantaran bencana Tsunami Aceh. Hanya saja tetap ada anggaran yang dikeluarkan senilai Rp 1,4 miliar sebagai uang muka.

Kemudian pada 2006 dikeluarkan anggaran Rp 8 miliar, 2007 Rp 24 miliar, 2008 Rp 124 miliar, 2009 Rp 164 miliar, 2010 Rp 180 miliar, dan pada 2011 Rp 285 miliar.

"Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp313 miliar dalam pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang ini," sambung Syarief.

Sementara soal modus penyimpangannya, Laode menjelaskan ada tiga hal yang jadi indikasi KPK, pertama soal penunjukan langsung, kedua ihwal yang sejak awal sudah dipersiapkan jadi pelaksana pembangunan, dan ketiga terakhir adanya penggelembungan harga dalam penyusunan Harga Pokok Satuan (HPS).

Dari dugaan korupsi ini, Nindya Karya, dan Tuah Sejati diduga menerima laba senilai Rp 94,58 miliar. Dengan rincian Nindya Karya menerima Rp 44,68 miliar, dan Tuah Sejati senilai Rp 49,90 miliar.

Laode memaparkan, penetapan tersangka kepada dua korporasi ini dilakukan lantaran laba tersebut, dengan strategi aset recovery. Sebab katanya nilai laba Rp 94,58 miliar berpotensi tak kembali ke negara jika kedua korporasi ini tak ditetapkan jadi tersangka.

"Diduga dua korporasi ini menerima laba yang berisiko tidak dapat dikembalikan ke negara jika korporasi tidak diproses," jelasnya.

Atas perbuatannya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto