JAKARTA. Rencana penggabungan lembaga pemeringkat Standard & Poor (S&P) dan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) masih belum menemukan titik temu. Kini, negosiasi terhenti pada porsi kepemilikan yang diinginkan S&P. S&P menginginkan mengempit 40% saham Pefindo. Namun, porsi itu mendapat penolakan dari Pefindo sendiri. "Kami tidak mau, itu jumlah yang terlalu banyak," imbuh Vonny Widjaja, Direktur Pefindo, (16/12). Jika sudah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak soal kepemilikan saham, barulah prosesnya dilanjutkan bisa dilanjutkan ke level Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kesepakatan porsi kepemilikan akan menjadi dasar bagi OJK merestui penggabungan antara S&P dan Pefindo.
Ini alasan manajemen Pefindo tolak lamaran S&P
JAKARTA. Rencana penggabungan lembaga pemeringkat Standard & Poor (S&P) dan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) masih belum menemukan titik temu. Kini, negosiasi terhenti pada porsi kepemilikan yang diinginkan S&P. S&P menginginkan mengempit 40% saham Pefindo. Namun, porsi itu mendapat penolakan dari Pefindo sendiri. "Kami tidak mau, itu jumlah yang terlalu banyak," imbuh Vonny Widjaja, Direktur Pefindo, (16/12). Jika sudah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak soal kepemilikan saham, barulah prosesnya dilanjutkan bisa dilanjutkan ke level Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kesepakatan porsi kepemilikan akan menjadi dasar bagi OJK merestui penggabungan antara S&P dan Pefindo.