JAKARTA. Setelah berbagai rencana regulasi untuk mendongkrak pajak muncul, kali ini pemerintah datang dengan regulasi untuk menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Target PNBP yang drop hingga Rp 141,3 triliun menjadi alasan pemerintah mengotak atik cara meningkatkan PNBP. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, target PNBP adalah Rp 410,3 triliun. Namun karena turunnya harga minyak Indonesia (ICP) menjadi US$ 60 per barel dan lifting minyak yang turun menjadi 825 ribu barel per hari membuat dalam APBNP 2015 target PNBP susut Rp 141,3 triliun menjadi Rp 269,1 triliun.
Pendapatan PNBP yang drop karena kondisi global yang tidak bersahabat yaitu harga minyak dunia yang turun menyebabkan PNBP dari sektor sumber daya alam migas turun drastis. Pendapatan SDA migas turun Rp 142,9 triliun menjadi Rp 81,4 triliun. SDA minyak bumi menjadi mengalami penurunan yang lebih dalam daripada gas bumi yaitu sebesar Rp 108,8 triliun. Kondisi inilah yang membuat pemerintah bergerak. PNBP dari pos SDA migas yang sulit diharapkan membuat pemerintah menyusuri penerimaan bukan pajak dari sektor non migas. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah akan mengusulkan kenaikan tarif royalti semua jenis pertambangan minerba. Selama ini, yang santer akan dikenakan kenaikan tarif royalti adalah batubara. Namun, Bambang dalam hal ini menegaskan bahwa kenaikan tarif royalti nantinya tidak hanya terjadi pada komoditas batubara, namun juga terhadap semua jenis tambang mineral. "Kita berharap tambang ini meskipun harga tidak bagus namun karena sudah dapat manfaat dari kekayaan alam, tarifnya akan disesuaikan," ujarnya, Selasa (17/2). Tidak heran dari rencana kenaikan tarif ini, pemerintah melihat ada potensi tambahan penerimaan yang tidak sedikit. PNBP dari pos non migas sektor pertambangan minerba targetnya naik Rp 7,1 triliun menjadi Rp 31,7 triliun. Kenaikan ini didapat melalui optimalisasi penerimaan royalti minerba. Staf Ahli bidang Penerimaan Negara Astera Prima Bhakti menjelaskan, untuk mewujudkan kenaikan tarif royalti ini pihaknya sedang menggodok revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Tidak hanya batubara yang terkena kenaikan, namun mineral lainnya seperti tembaga, emas, dan nikel pun akan naik. Mengenai berapa besaran kenaikan, dirinya masih enggan menjelaskan. "PP-nya sedang dianalisa," terangnya.
Sebagai gambaran, dalam PP Nomor 9 Tahun 2012 yang saat ini berlaku, mineral timah dikenakan royalti sebesar 3% dari harga jual. Sementara itu, mineral tembaga, emas, dan nikel dikenakan 4% dari harga jual. Untuk batubara sendiri, tarif royaltinya 3%-7% dari harga jual. Kenaikan tarif royalti batubara seyogyanya sudah santer dibahas untuk mengalami kenaikan sejak tahun 2013. Pada waktu itu, tarif royalti batu bara hendak dinaikkan ke level 13,5% untuk jenis Izin Usaha Pertambangan (IUP). Revisi PP ini rencananya akan keluar pada tahun ini. Adapun, kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan umum dan batubara masih relatif kecil dari potensinya. Berdasarkan data Kemkeu, penerimaan PNBP pertambangan umum dan batubara pada tahun 2007 sebesar Rp 8,7 triliun, 2008 Rp 12,5 triliun, 2009 Rp 15,3 triliun, 2010 Rp 18,6 triliun, dan tahun 2011 Rp 24,3 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia