JAKARTA. Industri tekstil menjadi salah satu korban lesunya pertumbuhan ekonomi. Sejumlah perusahaan di sektor ini bahkan telah merumahkan pekerjanya. Harjanto, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat industri tekstil melakukan pengurangan shift hingga merumahkan tenaga kerja. Diantaranya yaitu membanjirnya ilegal trading, unfair trading dan barang impor. "Ada kelebihan pasokan dari perlambatan ekonomi di China, sehingga mereka ekspor kesini. Ada pula ilegal trading berupa pakaian bekas yang sebenarnya tidak boleh diimpor, tapi kenyataannya masuk," kata Harjanto, Rabu (10/6). Disatu sisi, lanjut dia, daya beli masyarakat saat ini juga tengah menurun. "Jadi sudah pasar tergerus, daya beli masyarakat juga menurun," ujarnya. Faktor lainnya adalah melemahnya daya saing industri akibat kenaikan tarif dasar listrik dan pelemahan kurs rupiah terhadap dollar. "Tarif listrik terus naik. Bahan baku tekstil sebagian masih impor, sedangkan kurs rupiah terus melemah. Ini menurunkan daya saing," terangnya. Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia menambahkan, bahwa belum lama ini pihaknya telah melakukan survei di empat kecamatan di Jawa Barat. Di lokasi tersebut terdapat industri tekstil sarung, dan sudah ada 6.000 tenaga kerja yang dirumahkan. Dipilihnya Jawa Barat, dikarenakan 49% tenaga kerja tekstil ada di wilayah ini. Sedangkan Jawa Tengah 14%, Jawa Timur 14%, Banten 16%, sisanya di wilayah lain Indonesia. "Survei dan informasi itu hanya di empat kecamatan di Bandung. Bayangkan jumlahnya kalau di seluruh Indonesia," ujar Ade. Ade mengatakan perlambatan ekonomi, adanya banjir impor baik yang legal, ilegal dan unfair trading menjadi pendorong para pengusaha tekstil untuk merumahkan karyawannya. Selain itu juga terjadi berbagai kenaikan seperti naiknya tarif dasar listrik. "Beban produksi selalu naik, pasarnya malah makin tergerus," keluhnya.
Ini alasan pengusaha tekstil merumahkan pekerjanya
JAKARTA. Industri tekstil menjadi salah satu korban lesunya pertumbuhan ekonomi. Sejumlah perusahaan di sektor ini bahkan telah merumahkan pekerjanya. Harjanto, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat industri tekstil melakukan pengurangan shift hingga merumahkan tenaga kerja. Diantaranya yaitu membanjirnya ilegal trading, unfair trading dan barang impor. "Ada kelebihan pasokan dari perlambatan ekonomi di China, sehingga mereka ekspor kesini. Ada pula ilegal trading berupa pakaian bekas yang sebenarnya tidak boleh diimpor, tapi kenyataannya masuk," kata Harjanto, Rabu (10/6). Disatu sisi, lanjut dia, daya beli masyarakat saat ini juga tengah menurun. "Jadi sudah pasar tergerus, daya beli masyarakat juga menurun," ujarnya. Faktor lainnya adalah melemahnya daya saing industri akibat kenaikan tarif dasar listrik dan pelemahan kurs rupiah terhadap dollar. "Tarif listrik terus naik. Bahan baku tekstil sebagian masih impor, sedangkan kurs rupiah terus melemah. Ini menurunkan daya saing," terangnya. Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia menambahkan, bahwa belum lama ini pihaknya telah melakukan survei di empat kecamatan di Jawa Barat. Di lokasi tersebut terdapat industri tekstil sarung, dan sudah ada 6.000 tenaga kerja yang dirumahkan. Dipilihnya Jawa Barat, dikarenakan 49% tenaga kerja tekstil ada di wilayah ini. Sedangkan Jawa Tengah 14%, Jawa Timur 14%, Banten 16%, sisanya di wilayah lain Indonesia. "Survei dan informasi itu hanya di empat kecamatan di Bandung. Bayangkan jumlahnya kalau di seluruh Indonesia," ujar Ade. Ade mengatakan perlambatan ekonomi, adanya banjir impor baik yang legal, ilegal dan unfair trading menjadi pendorong para pengusaha tekstil untuk merumahkan karyawannya. Selain itu juga terjadi berbagai kenaikan seperti naiknya tarif dasar listrik. "Beban produksi selalu naik, pasarnya malah makin tergerus," keluhnya.