KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Duta Graha Indah Tbk (PT DGI) atau yang sekarang bernama PT Nusa Konstruksi Enjinering Tbk (PT NKE) dituntut untuk membayar uang pengganti oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uang pengganti tersebut bakal diperhitungkan pula dari duit titipan PT NKE untuk dua kasus. Yaitu sebesar Rp 15,12 miliar untuk kasus korupsi pembangunan RS Udayana di Bali, ditambah sebesar Rp 24 miliar untuk kasus korupsi pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna di Sumatera Selatan. "Dengan demikian, terhadap terdakwa (Dudung) dalam perkara ini tidak dibebankan uang pengganti," ujar jaksa Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/10).
Sekadar informasi, Dudung Purwadi adalah mantan bos PT DGI. Hari ini, Jaksa KPK menuntut pengadilan menjatuhkan hukuman penjara 7 tahun dan denda Rp 300 juta. Dudung Purwadi bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana (Unud) Tahun Anggaran 2009 - 2011 dan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan. Dalam analisa yuridis, jaksa menguraikan, tuntutan bayar uang pengganti oleh suatu perusahaan didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung 13 tahun 2016 tentang tatacara penanganan tindak pidana korporasi. Di situ diuraikan, tindakan Dudung selaku direksi mewakili tindakan korporasi. Maka sejatinya tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi. Namun demikian, pengurus korporasi tetap dapat dikenakan pertanggungjawaban dan begitu pula korporasinya, yaitu PT DGI. Sementara itu, tindakan aktif yang dilakukan oleh Dudung yang membuatnya bisa dijerat ialah lantaran Dudung pernah menemui Muhammad Nazarudin. Bos Anugerah Grup sekaligus Bendahara Umum Partai Demokrat ini dikenal kalangan kontraktor sebagai orang yang mempunyai kekuasaan (power) dalam mengatur anggaran. Naazarudin juga dianggap bisa menentukan calon pemenang penyedia jasa (rekanan) proyek pemerintah yang dibiayai APBN. Dudung pun dinyatakan telah membuat komitmen dengan Nazarudin yang pada intinya akan dibantu mendapat proyek asal Nazarudin diberi fee. Pengaturan besaran fee ini diakui dilakukan oleh bawahan Dudung. Namun jaksa KPK menganggap aksi ini merupakan kesengajaan yang dikehendaki, diketahui dan disadari oleh Dudung. Dengan demikian, perbuatan Dudung dinilai melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum. Untuk proyek RS Udayana pihak yang diperkaya adalah PT DGI senilai Rp 24 miliar, Naazarudin sebanyak Rp 10 miliar dan Dudung sebanyak Rp 15 miliar karena memiliki saham 150 juta lembar. Untuk proyek di Sumatera Selatan, pihak yang diperkaya ialah PT DGI senilai Rp 42,71 miliar, Nazarudin sebnlanyak Rp 4,67 miliar, Rizal Abdullah dan panitia lelang sebanyak Rp 1 miliar, kemudian Wafid Muharam yang menerima cek tunai Rp 3,2 miliar serta Dudung sendiri yang mendapat keuntungan Rp 15 miliar.
Keuntungan yang dinikmati Dudung ini berasal dari deviden karena ia memiliki saham sebanyak 150 juta lembar. "Bahwa jika ada pembagian keuntungan dividen bagi pemegang saham yang dari proyek yang didapat dengan cara melawan hukum maka keuntungan dividen yang dibagikan itu termasuk unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam tindak pidana korupsi," kata jaksa KPK. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia