KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Roatex Indonesia Toll System (RITS) angkat suara atas kegagalan uji coba sistem multi lane free flow (MLFF) di jalan tol Bali-Mandara awal Juni 2023 ini. Direktur Utama PT Roatex Indonesia Toll System Attila Keszeg menyebut uji coba gagal dilakukan lantaran belum semua pihak siap. “Banyak yang terlibat dalam operasi MLFF, dari izin pemerintah pusat, daerah sampai izin lingkungan sampai kontraktor,” sebut Attila dalam media briefing di Kedubes Hungaria, Kamis (15/6). Ia memberi contoh, RITS lewat kontraktor harus membangun ratusan gate agar MLFF berbasis teknologi global navigation satelit system GNSS) ini berjalan. Pemasangan membutuhkan izin , kesiapan sistem pusat dan daerah, hingga kesiapan Korlantas. “Jadi memang kompleks, dan setiap pihak harus tepat waktu,” sebut dia.
Hanya Attila enggan membuka pihak yang belum siap dalam pelaksanaan uji coba pembayaran jalan tol nirsentuh tersebut. Ia juga menampik kabar jika sistem MLFF hanya bisa membaca laju kendaraan di jalan tol sebesar 80% dari 100% yang ditargetkan. “Bukan itu, itu kabar tak benar tapi ini memang proyek yang komplek dan semua pihak harus siap,” sebutnya. Pihak yang terlibat antara lain, untuk kontruksi gantry, Roatex bekerjasama dengan metALCOM Zrt dan Duta Hita Jaya, produsen baja di Indonesia. Lalu, ada i i-Cell Mobilsoft yang menggarap sistem TI pusat, aplikasi seluler, solusi perangkat lunak dan perangkat keras hingga Asura Technologies untuk sistem kamera dan peralatan peralatan ANPR dan banyak lagi.
Baca Juga: Dubes Hongaria Karsay: Jadi Milestone, Proyek MLFF Diharapkan Bisa Sesuai Target Alhasil, ia menyebut tidak perlu ada kekhawatiran atas proyek MLFF ini. “Tidak ada ruang untuk khawatir saat ini, memang kami tidak mengklaim itu sudah selesai. Kami sedang menguji," jelas Attila. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Teknik RITS Gyula Orosz menambahkan, proyek MLFF adalah proyek berskema
Design-Build-Finance-Operate-Transfer (DBFOT) dengan masa konsesi 9 tahun ini. Proyek ini akan membawa Indonesia sebagai salah satu negara pengguna teknologi pembayaran jalan tol paling mutakhir di Asia Tenggara. Bahkan, sistem yang digunakan juga berbeda dengan yang ada di Hungaria. Mereka menggunakan teknologi baru di Indonesia sehingga membutuhkan waktu untuk bisa diimplementasikan di Indonesia. RITS memastikan, tanggung jawab perusahaan dalam pembangunan sistem MLFF di Indonesia berjalan sesuai berdasarkan kontrak yang telah ditandatangani dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR. Meski begitu, baik Attila maupun Orosz tak menampik jika kelak proyek sudah beroperasi maka ada pembayaan jasa yang harus dibayarkan atas penggunaan sistem mereka. Namun, ia enggan menyebut besaran nilai pembayaran atas penggunaan sistem tersebut.
Baca Juga: Meski Sempat Diundur, Uji Coba MLFF Bakal Tetap Dilanjutkan Sebelumnya beredar kabar bahwa Indonesia kelak wajib membayar sekitar US$ 80 juta atau sebesar Rp 1,2 triliun per tahun kepada perusahaan Hungaria Multicontract Zrt atas penggunaan sistem ini. "Selama belum beroperasi, ya tidak membayar," sebut Attila. Yang pasti Attila meyakini bahwa berbagai keuntungan dan manfaat akan didapat Indonesia dari implementasi MLFF, antara lain tidak antrean di gerbang tol yang selama ini menjadi biang kemacetan di jalan tol, pengurangan polusi dan bahan bakar hingga peningkatan pendapatan perusahaan pengelola jalan tol serta pendapatan negara. Apalagi,Data World Bank juga menunjukkan bahwa kemacetan juga menyebabkan Indonesia mengalami kerugian ekonomi lebih dari US$ 4 miliar setiap tahun. Adapun
feasibility study yang dilakukan Roatex tahun 2020 menunjukkan bahwa kemacetan di gerbang tol, mengakibatkan kerugian ekonomi nasional Indonesia mencapai lebih dari US$ 300 juta tiap tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Titis Nurdiana