Ini alasan rupiah terdepresiasi meski neraca dagang September surplus



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, neraca perdagangan Indonesia Bulan September2018 surplus US$ 227 juta. Disodorkan data positif, nilai tukar rupiah hari ini masih melemah di hadapan dollar Ameri Serikat (AS). 

Mata uang Garuda di pasar spot berada di level Rp 15.220 per dollar AS atau terkoreksi 0,15%.

Sedangkan pada perdagangan tadi pagi, Bank Indonesia mencatat rupiah melemah 0,34% menjadi Rp 15.246 per dollar AS.


Surplus data perdagangan kali ini dipicu dari sektor nonmigas sebesar US$ 1,3 miliar.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, rupiah cenderung agak statis dan melemah di awal perdagangan karena terkena dampak penguatan dollar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia, salah satunya euro.

“Dollar cenderung menguat dalam jangka pendek karena ada concern pasar global soal Brexit sehingga membuat euro masih tertekan,” jelasnya. Bukan hanya itu, menurutnya isu trade war yang sempat mereda akan kembali menjadi pemicu mengingat Presiden AS Donald Trump masih berkeinginan untuk menerapkan tarif impor China kembali sebesar US$ 267 miliar.

“Tapi, data neraca perdagangan BPS sebenarnya lumayan menopang rupiah di tengah pelemahannya sejak pagi tadi. Setidaknya walau ditutup tetap melemah, rupiah masi bisa membatasi pelemahannya,” lanjut Josua.

Setali tiga uang, dari dalam negeri berbagai data ekonomi Indonesia yang cukup bagus dinilai Ibrahim, Direktur Garuda Berjangka sebagai kekuatan baru bagi rupiah. Selain surplus dalam neraca perdagangan, data Indeks Keyakinan Konsumen di September 2018 naik dari 121,6 menjadi 122,4.

Namun, Ibrahim juga menganggap pemerintah seharusnya mengambil langkah yang lebih berani untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi seperti jenis premium.

“Level Rp 6.550 per liter itu terlalu murah. Harusnya yang dinaikkan solar dan premium oleh pemerintah, sehingga menyebabkan impor mengalami defisit yang cukup tajam. Kalau kenaikkan keduanya terealisasi maka neraca bisa lebih bagus,” jelasnya. Pasalnya, bahan bakar non-subsidi dinilai dapat dinaikkan tanpa adanya karena ditentukan harga pasar.

Selain itu, Ibrahim juga mengatakan bahwa banyak konglomerat yang dengan sukarela menukarkan uangnya dari dollar. Nominal penukarannya terbilang besar melebihi 1 juta dollar AS. “Hal ini sedikit memberikan sentimen positif dalam membantu menstabilkan rupiah,” lanjutnya.

Menurut Ibrahim, bila data internal bagus seperti sekarang rupiah bisa diperdagangkan antara Rp 15.167-Rp 15.452 per dollar AS.

Pekan ini, menurut dia, beberapa data ekonomi dari China bisa mempengaruhi pergerakan mata uang global. Salah satunya, ekspektasi Produk Domestik Bruto (PDB) China dari 6,7% menjadi 6,6%.

"Jika pertumbuhan China tetap 6,7% akan membantu penguatan rupiah. China terus melemahkan mata uangnya,” lanjut Ibrahim.

Sedangkan Josua memperkirakan mata uang Garuda berada di level Rp 15.150-Rp 15.300 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia