JAKARTA. PT BW Plantation Tbk (BWPT) telah memulai langkah akuisisi salah satu afiliasi Grup Rajawali, yakni Grup Green Eagle (GGE). Emiten perkebunan ini akan menawarkan 27,02 miliar saham atau setara 85,71% dari modal ditempatkan dan disetor penuhnya Nantinya, setiap satu pemegang saham lama berhak mendapatkan enam HMETD, dengan kata lain rights issue ini memiliki rasio penwaran z1:6. Rights issue ini memberi harga pelaksanaan Rp 390 sampai Rp 411. Sehingga, BWPT akan mengantungi dana segar sekitar Rp 10,53 triliun sampai Rp 11,1 triliun. Namun, sesaat setelah pengumuman tersebut, saham BWPT anjlok dalam hingga mengalami auto rejection, ditutup di level Rp 720 per saham. Bahkan, hingga saat ini kemerahan saham BWPT masih berlanjut hari ini, dengan penurunan 180 poin ke level Rp 540 per saham.
Analis KDB Daewoo Securities Indonesia bilang, ada sejumlah hal yang menjadi pemicu penurunan ini. Pertama, harga saham baru yang ternyata lebih rendah dibanding harga pasar. Komposisi rights issue juga terlampau besar. "Sehingga jika tidak mengikuti rights issue, efek dilusinya terlampau besar, mencapai 86%," tandas Betrand. Kedua, kinerja perseroan pasca akuisisi ini juga diprediksi akan melambat. Marjin laba dan return on equity (ROE) akan menurun setelah penggabungan ini. Terakhir, valuasi atas pembelian GGE jauh lebih mahal dibanding valuasi harga perseroan oleh pasar. Pada harga penutupan sebelum suspensi dibuka perseroan diperdagangkan pada PBV 1,91x sementara GGE divaluasi dengan PBV lebih dari 3x. Pada dasarnya akuisisi ini akan menciotakan sinergi dan pertumbuhan kinerja jangka panjang perseroan. Proforma kinerja BWPT dalam enam bulan pasca akuisisi, yang mana dalam kurun waktu tersebut laba bersih BWPT meningkat dari Rp 141 miliar menjadi Rp 265 miliar. "Tapi, penurunan lanjutan ini dipicu oleh jumlah lembar saham beredar meningkat dari 4,5 miliar menjadi 31,5 milyar maka laba bersih per saham perseroan turun dari 31,3/saham menjadi 8,4 per saham.