Ini alasan Sinar Mas Land tetap optimis tahun ini



JAKARTA. Sinar Mas Land melihat sejumlah tantangan masih harus dihadapi industri properti tahun ini. Namun, salah satu pengembang terbesar Tanah Air ini memandang, potensi pertumbuhan pasar properti juga lebih baik.

Tahun lalu,  Managing Director Corporate Strategy & Service Sinarmas Land, Ishak Chandra mengakui, pertumbuhan properti melambat. Namun, tahun ini Sinar Mas optimistis mengembangkan proyek-proyek prestisius.

Proyek-proyek tersebut  antara lain Indonesia Convention Center (ICE) di BSD City yang telah rampung, hasil kerjasama dengan Kompas Gramedia dan Dyandra.


Selain ini, Sinar Mas Land juga membuka awal tahun dengan groundbreaking Courts Mgastore yang bekerjasama dengan Courts Retail Indonesia, dan pengembangan NavaPark yang bekerjasama dengan Hongkong Land.

Menurut Ishak, Indonesia masih menjadi prioritas utama investasi di Asia bahkan dunia. Untuk itu secara khusus perusahaan memonitor juga sektor perkantoran, kondominium, industrial, ritel, dan perumahan di Jakarta yang pada tahun ini.

Ishak juga bilang DKI Jakarta dan area sekitarnya seperti Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor bukanlah satu-satunya opsi investasi. Pasalnya, bila merujuk pada enam  koridor pengembangan ekonomi, masih banyak kota-kota lain yang berpotensi sebagai opsi investasi seperti Surabaya, Makassar, Balikpapan, Samarinda, Medan, dan Batam.

Selain itu, pertumbuhan populasi dari middle affluent consumers yang berpusat di pulau Jawa dan Sumatera akan mempengaruhi sektor ekonomi masa depan dan pada akhirnya berpengaruh pada bisnis properti di Indonesia.

"Masih banyak peluang terbuka lebar di tahun 2015, mulai dari lebih banyaknya arus investasi yang masuk ke Indonesia karena berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean pada akhir tahun ini, pengembangan kota sekunder, pembangunan kota satelit baru, pembangunan infrastruktur baru hingga peluang kemitraan lokal dan asing,"ujar Ishak.

Meski begitu, Ishak bilang tahun 2015 ini masih ada sejumlah tantangan seperti hyper competitive market, tingginya biaya produksi dan operasi, target pajak penghasilan dari pemerintah, hinga kebijakan pemerintah seperti pengetatan Loan to Value (LTV) dan hunian berimbang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia