KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sri Rejeki Isman Tbk (
SRIL) sedang menghadapi tiga proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia, Singapura, dan Amerika Serikat. Menilik laporan keuangan Sritex per akhir Desember 2020, kemampuan Sritex untuk membayar utang jangka pendek dengan kas yang tersedia memang mengkhawatirkan. Hal itu terlihat dari kas setara kas Sritex yang hanya berjumlah US$ 187,64 juta, sedangkan utang jangka pendeknya mencapai US$ 398,35 juta. Hanya saja, menurut Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat menuturkan sebetulnya aset jangka pendek Sritex cukup besar yang berasal dari piutang usahanya. Ia menilai, sekilas dari sisi likuiditas tidak ada masalah.
Hanya saja, melihat lebih jauh pada laporan keuangan 2020, arus kas Sritex tercatat negatif. "Artinya, pendapatan dan laba bersihnya SRIL itu tidak bersifat tunai, masih bersifat komitmen saja sehingga menyebabkan piutangnya jadi naik," jelasnya kepada kontan.co.id, Kamis (24/6). Lanjutnya, dengan kondisi pandemi berkepanjangan saat ini ada keraguan pelanggan Sritex bisa melunasi piutang-piutang usaha perusahaan. Hal itu mengakibatkan perusahaan kesulitan membayar utang-utang jangka pendeknya karena pendapatan Sritex rata-rata tidak bersifat tunai. "Jadi, kalau ditelaah kembali masalah besarnya Sritex adalah perusahaan tidak bisa menagih piutang-piutang dari pelanggannya sehingga menyebabkan perusahaan kesulitan membayar utang-utang jangka pendeknya," paparnya. Di sisi lain, Teguh menyebutkan kenaikan utang-utang jangka pendek emiten berkode saham SRIL ini lantaran perusahaan memanfaatkan momentum di tengah penurunan harga akibat pandemi Covid-19. "Hanya saja, sampai hari ini masalah pandemi belum usai mengakibatkan bahan baku yang yang sudah menumpuk itu tidak bisa diolah juga karena permintaan tekstil turun sekarang ini," ujarnya. Pada tahun 2020, Sritex memang mencatatkan penambahan utang jangka pendek yang signifikan, yakni hingga 118,2%
year on year (yoy), dari US$ 182,54 juta pada 2019 menjadi US$ 398,35 juta. Peningkatan itu seiring dengan bertambahnya utang bank jangka pendek Sritex hingga 310,6% yoy menjadi US$ 277,51 juta dari sebelumnya US$ 67,59 juta. Dari manajemen sendiri, melalui keterangan resminya pekan lalu (23/6),
Communication Head SRIL, Joy Citradewi menuturkan proses PKPU di Indonesia Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang telah memutuskan untuk mengabulkan permintaan Perusahaan untuk memperpanjang proses PKPU hingga 90 hari ke depan.
Kemudian, untuk proses di Singapura pada 21 Mei 2021, Pengadilan Singapura telah memberikan perlindungan dari segala tindakan penegakan hukum terhadap anak perusahaan Perseroan di Singapura dengan tujuan agar proses restrukturisasi dapat berjalan secara menyeluruh. Selanjutnya, di Amerika Serikat Pada 10 Juni 2021, Pengadilan Kepailitan Amerika Serikat memberikan moratorium sementara berdasarkan Chapter 15 dari UU Kepailitan Amerika Serikat. Hal itu untuk melindungi Perusahaan dan anak usahanya di Indonesia dan Singapura dari tindakan penegakan hukum di Amerika Serikat sebelum persetujuan petisi Chapter 15. Moratorium sementara tersebut diharapkan dapat menyelaraskan perlindungan yang berlaku di Indonesia dan Singapura. "Sekaligus menciptakan suasana yang kondusif di mana perusahaan dan anak perusahaan dapat melakukan upaya restrukturisasi yang terbaik untuk seluruh pemangku kepentingan," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia