JAKARTA. Investasi di industri panas bumi sepertinya tidak menarik bagi investor dalam negeri. Adapun, saat ini yang banyak masuk ke bisnis ini adalah investor asing. Tisnaldi, Direktur Panas Bumi pada Direktorat Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan saat ini sudah ada tiga negara yang berkomitmen untuk berinvestasi di industri panas bumi di Indonesia. Mereka adalah, Turki, Selandia Baru, dan Jepang. Turki saat ini sudah mengantongi 6 proyek di Jawa Timur. Selain itu Turki juga tengah menawar untuk mengelola 4 proyek lagi.
Sementara Selandia Baru yang ingin menggarap 3 proyek panas bumi baru sebatas berdialog dengan pemerintah. "Yang diperlukan untuk membangun industri panas bumi, selain harus punya modal dan teknologi, SDM mereka juga harus berpengalaman. Tiga poin itu penting. Saya harap perusahaan lokal juga mau investasi di bidang panas bumi, " kata Tisnaldi, Rabu (2/4). Menurutnya, untuk energi terbarukan, banyak investor asing yang lebih suka berinvestasi di sektor mini atau mikro hydro (PLTMH) karena sumbernya lebih jelas. Tidak seperti panas bumi yang tidak terlihat. Investasi, profit, dan hambatan di mini hydro juga bisa terhitung. Sumber daya manusia di bidang PLTMH juga banyak tersedia dan berkompeten, sehingga tidak kekurangan seperti panas bumi. Sementara itu, Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) mengatakan jika pemain di industri panas bumi akan lebih didominasi oleh asing. Ia bilang saat ini banyak juga negara-negara lain yang sedang dilirik untuk dijadikan tempat berinvestasi. "Banyak yang sudah tertarik seperti Italia, Jerman, Belanda. Kita tinggal menunggu UU Panas Bumi saja, karena itu sebagai pemanis. Kalau aturannya tidak jelas kan repot juga, " kata Abadi, Rabu (2/4).
Ia bilang untuk membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi tidak bisa menggunakan anggaran pendapatan belanja negara (APBN), sebab biaya yang diperlukan tidak sedikit. Jika hanya ada dana US$ 30 juta, tidaklah cukup. Paling tidak, untuk membangun infrastruktur seperti akses jalan saja butuh dana sekitar US$ 40-50 juta. Sebab panas bumi biasanya berada di tempat yang terisolasi. Selain itu untuk melakukan aktivitas pengeboran juga membutuhkan dana cukup besar. Tahun lalu, kata Abadi, ada beberapa investor lokal yang mau bangun industri panas bumi, dan hanya menyiapkan US$ 20 juta, dan mereka hanya mau mengebor 3 sumur. "Kalau panas bumi mengebor 3 sumur saja untuk apa, sedangkan untuk mengebor satu saja butuh 8-10 juta, " kata dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan