Ini arah IHSG di semester II-2019 menurut analis



KONTAN.CO.ID -JAKARTA.  Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di angka indeks 6.358 selama semester I-2019, Jumat (28/6). Kalau dilihat sejak awal tahun, indeks terhitung mengalami penguatan sebesar 2,65%.

Meski begitu, pergerakan IHSG bukannya tanpa aral melintang. Tercatat, Mei lalu merupakan masa-masa yang suram buat pelaku pasar. IHSG sempat terjerembap pada titik terendah sepanjang tahun 2019 ini yakni di level 5.826.

Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai sepanjang semester I tahun ini ada beberapa sentimen yang mewarnai pergerakan indeks. Diantaranya datang dari sentimen global. Frederik menilai perang dagang antara Amerika Serikat dan China membuat semua lini ekonomi global tertekan.


Akibatnya, World Bank memangkas prospek pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2019 menjadi 2,6% saja. Angka itu adalah pemangkasan sekian kalinya dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 2,9%.

Jelang semester pertama berakhir, Frederik menyebutkan bahwa situasi ekonomi global sedikit mendapatkan angin segar. Bank sentral Amerika Serikat The Fed melemparkan sinyalemen untuk memangkas suku bunga.

“Padahal awalnya The Fed malah ingin menaikkan suku bunga tahun. Ini sinyal bagus yang mengubah arah indeks secara drastis,” kata Frederik ketika dihubungi Kontan, (29/6).

Bila hal itu terealisasi, maka bukan tidak mungkin Bank Indonesia juga akan memangkas suku bunganya. Dampaknya para investor yang sebelumnya memilih instrumen keuangan dengan resiko rendah seperti obligasi negara, bisa merubah haluan. “Suku bunga turun juga akan menurunkan required rate of return dari investasi saham,” ujarnya optimis.

Selain sentimen global, sentimen domestik juga turut mewarnai naik-turunnya indeks. Head of Research Infovesta Utama Wawan Hendrayaana menyebutkan suhu politik di tahun 2019 menjadi alasan para investor cenderung bersikap wait and see.

Di tengah kondisi domestik yang terus menekan, angin segar datang ketika lembaga pemeringkat internasional Standart and Poor’s (S&P) meningkatkan peringkat Indonesia. Pada Mei lalu S&P menaikkan peringkat Indonesia sebagai negara dengan peringkat layak investasi (investment grade). “Tentu meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi,” kata Wawan.

Lantas bagaimana dengan proyeksi semester kedua dari para analis? Frederik menyebut bahwa faktor global masih menjadi perhatian. “Perang dagang masih berperan penting karena Indonesia akan terkena secara langsung,” ujarnya. Dengan tensi saat ini, Frederik mengatakan bahwa masih ada ketidakpastian yang mengintai sehingga dapat memengaruhi kinerja emiten.

Sedangkan dari dalam negeri, Wawan menyebut situasi yang terjadi sudah lebih kondusif. Meredanya tensi politik yang tinggi disebutnya menjadi baik bagi iklim investasi dalam negeri. “Tinggal lihat saja bagaimana realisasi kebijakan pemerintahan dan susunan kabinet yang ada,” tambah Wawan.

Wawan dan Frederik optimis indeks domestik masih bisa terbang lebih tinggi dari level saat ini. Wawan misalnya, mengatakan bahwa dirinya optimis IHSG bisa melaju hingga 10%. “Tahun ini bisa sampai di level 6800,” katanya. Pun dengan Frederik yang optimis dengan nasib IHSG yang bisa terbang dan hinggap di level 6700.

Meski prospek kedepan cenderung cerah namun Wawan dan Frederik tetap menyarankan agar investor untuk berhati-hati. “Investor bisa fokus pada perusahaan dengan kapitalisasi pasar yang besar plus prospektif dari dampak perang dagang dan kebijakan baru pemerintah,” kata Frederik.

Sedangkan rekomendasi Wawan mengacu pada beberapa saham yang masuk dalam kategori blue-chips. “Diantaranya saham di sektor keuangan dan juga sektor fast moving consumer goods,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini