Ini bantahan Tedja Widjaja terkait dakwaan JPU soal sengketa lahan Untag



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sidang lanjutan sengketa lahan Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dengan agenda pemeriksaan terhadap terdakwa Tedja Widjaja.

Dalam persidangan tersebut, Tedja membantah semua dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) mengenai tindak pidana penipuan maupun penggelapan dalam jual beli lahan Yayasan Untag senilai Rp 65 miliar.

Di hadapan majelis hakim, Tedja menyatakan telah melaksanakan semua kewajiban pembayaran kepada Yayasan Untag sesuai Akta Perjanjian Nomor 58/2009, termasuk pembayaran sebesar Rp 15 miliar untuk pembelian lahan pengganti, yang menurut saksi korban Rudyono Darsono belum dibayar sama sekali.


Hal itu dapat dilihat dari bukti transfer ke nomor rekening yayasan Untag yang telah diserahkan sebagai barang bukti kepada majelis hakim. Pembayaran dilakukan secara bertahap sampai mencapai jumlah yang disepakati sesuai perjanjian dan diketahui Rudyono yang juga menjabat Direktur PT Graha Mahardika.

”Rudyono sendiri yang menandatangani cek pengeluaran Graha Mahardika untuk pembayaran kepada Yayasan Untag,” ujar Tedja dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/5). 

Tedja juga membantah melakukan penipuan karena menjanjikan bank garansi untuk pembelian lahan Yayasan Untag. Menurut dia, tidak ada permintaan bank garansi dalam perjanjian. Dia juga membantah ada pihaknya yang menyerahkan uang sebesar Rp 16 juta kepada Yayasan Untag untuk mengurus bank garansi.

“Itu hanya halusinasi Rudyono Darsono. Saya tidak pernah menjanjikan bank garansi,” kata Tedja.

Terkait dengan dakwaan penggelapan karena menjaminkan 5 sertifikat tanah kepada Bank ICBC dan Bank Arta Graha, Tedja mengatakan bahwa sertifikat yang dijaminkan itu sudah balik nama atas nama PT Graha Mahardika, Tedja Widjaja, dan Lindawati Lesmana.

“Penjaminan itu juga atas sepengetahuan Rudyono karena dia ikut hadir saat akad kredit di Bank Artha Graha dan dibuktikan kuasa hukum dengan foto saat akad kredit berlangsung,” tutur Tedja.

Kuasa hukum Tedja, Humphrey Djemat menyatakan, pemeriksaan terhadap kliennya dapat mengungkapkan kebenaran material. Menurutnya, keterangan terdakwa mengungkap secara jelas mengenai awal mula bagaimana kerjasama dimulai dan apa yang terjadi dengan kerja sama tersebut.

Terkait pembayaran, terdakwa dalam sidang menyampaikan sudah melunasi seluruh pembayaran bahkan uang yang dikeluarkan hingga Rp 90 miliar, melebihi perjanjian.

"Jadi, dakwaan jaksa tidak masuk akal kalau untuk kewajiban yang nilainya Rp 15 miliar tidak dibayarkan. Bukti-bukti pembayaran dapat ditunjukkan terdakwa di depan pengadilan dan memang pembayaran dicicil selama tiga tahun,” ucap Humphrey.

Humphrey juga menilai aneh dakwaan jaksa terkait dengan persoalan bank garansi yang katanya dijanjikan oleh terdakwa. "Bagaimana mungkin terdakwa memberikan bank garansi tetapi yang diminta untuk mengurus adalah orang lain, dalam hal ini Yayasan Untag. Apalagi, nilainya hanya Rp 16 juta, karena seharusnya bank garansi adalah 2% dari nilai transaksi. Jadi soal janji bank garansi ini memang rekayasa untuk menyatakan bahwa Tedja menipu dengan bank garansi. Ini namanya kriminalisasi,” jelasnya.

Menurut Humphrey, soal dakwaan belum melunasi pembayaran, kliennya memiliki bukti pembayaran melalui transfer bank dan pihak Yayasan Untag sudah mengeluarkan keterangan lunas tertanggal 18 Februari 2015. Sementara mengenai bank garansi, dalam perjanjian jual beli tidak pernah ada ketentuan bahwa Tedja akan memberikan bank garansi.

“Soal bukti tanda terima sebesar Rp 16 juta sebagai biaya pembuatan bank garansi sangatlah tidak relevan, karena tidak mungkin Tedja Widjaja membayarnya ke pihak Untag sebagai penjual, terlebih lagi nilainya tidak sebanding dengan nilai transaksi tanah sebesar Rp 65 miliar. Dalam praktiknya, biaya penerbitan bank garansi adalah dua persen dari nilai transaksi atau sebesar Rp 1,3 miliar,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli