KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski Indonesia menyimpan cadangan gas bumi yang melimpah dibandingkan minyak, masih banyak aral-melintang yang membuat pengembangan gas belum maksimal. Selain karena kebutuhan domestik yang stagnan, ternyata ada banyak faktor lain yang menghambat pengembangan gas di Tanah Air.
Baca Juga: Simak Penjelasan SKK Migas Soal Investasi Upstream yang Masih Stagnan Sekretaris SKK Migas Taslim Z Yunus memaparkan, tantangan pengembangan gas di Indonesia didorong berbagai persoalan di antaranya kondisi geopolitik dunia, volatilitas harga gas global, perizinan yang rumit, serta infrastruktur gas yang tidak terintegrasi. “Selain itu, kebutuhan gas bumi cendurung stagnan khususnya dalam negeri dari tahun 2010 sampai 2035 pertumbuhannya 2,3% per tahun,” jelasnya dalam acara Detalks bertajuk “Mobilisasi Pemanfaatan Gas Sebagai Energi Transisi”, Selasa (27/9). Berdasarkan hasil pemetaan SKK Migas mulai dari 2022 sampai 2035 pertumbuhan penggunaan gas relatif kecil di mana rata-rata pertahun sebesar 2,6%. Adapun sejak tahun 2012 secara rata-rata pertumbuhan pemanfaatan gas bumi oleh pembeli dalam negeri adalah 1% per tahun. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 4%-5% per tahun. Saat ini pemanfaatan gas bumi di tahun ini dominan diserap oleh sektor industri sekitar 29,82% kemudian diikuti ekspor sebanyak 19,58%, lalu pupuk 11,77%, kelistrikan 11,62%, dan lainnya relatif kecil.
Baca Juga: SKK Migas: 50% Rencana Pengembangan Migas Mangkrak Sudah Ada Solusinya Kemudian juga terjadi penurunan
demand pada kontrak ekspor. Taslim menjelaskan, ekspor gas Indonesia dari tahun 2003 sampai dengan sekarang mengalami penurunan yang sangat tajam. Namun, konsumsi gas di domestik relatif tidak sejalan dengan pertumbuhan energi. Tantangan lainnya, di tengah peningkatan harga minyak dan volatilitas harga gas dunia, harga gas domestik dibatasi US$ 6 per MMBTU sedangkan harga LNG dunia sempat menyentuh US$ 50 per MMBTU dan saat ini sekitar US$ 30 per MMBTU. Menurutnya, ini juga suatu tantangan dalam berinvestasi khususnya perusahaan yang menghasikan gas. Dia berharap, melalui berbagai diskusi pihaknya dapat bersinergi dengan sejumlah pihak untuk memeperbesar volume produksi gas yang juga diiringi dengan harga yang lebih kompetitif di dunia dan pasar Asia Pasifik. Melihat sejumlah persoalan ini, Taslim menjelaskan, dibutuhkan beberapa perbaikan dalam industri hulu migas. Pertama, peningkatan split untuk KKKS yang signifikan dalam beberap bulan ini banyak memberikan insentif perbaikan split.
Kedua, pihaknya juga meminta kepada Menteri Keuangan untuk membebaskan
Branch Profit Tax atau Pajak Penghasilan (PPh) yang diinvestasikan di Indonesia. Ketiga, pembebasan pajak tidak langsung. Keempat, penetapan
domestic market obligation (DMO) Price 100% dari
Indonesia Crude Price (ICP). Kelima, penyesuaian tarif pajak penghasilan dan pembebasan biaya pemanfaatan milik negara dan kilang LNG Badak. Adapun dalam 9 paket stimulus yang diajukan SKK Migas, saat ini sudah ada 6 stimulus yang telah disetujui dan sisanya masih dibahas lebih lanjut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto