KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah Indonesia sedang menyusun Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur mengenai implementasi teknologi penyimpanan karbon atau dikenal dengan terminologi CCS/CCUS (Carbon Capture Storage/Carbon Capture Storage and Utilization). Kebijakan ini dipersiapkan untuk mendukung Indonesia sebagai hub penyimpanan karbon di regional.
Pembinaan Usaha Hulu Migas, Ditjen Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Noor Arifin Muhammad menjelaskan saat ini pemerintah sedang menyusun Peraturan Presiden (Perpres) yang akan memuat tentang pelaksanaan CCS/CCUS di mana target CCS Hub akan masuk di dalam salah satu pasal. Aturan ini masih dalam tahap harmonsasi.
Ada beberapa poin yang akan masuk di dalam Perpres tersebut.
Baca Juga: Indonesia Ingin Jadi Pusat Carbon Storage, Pertamina Sebut Butuh Dukungan Regulasi Pertama, akses terhadap lahan dan ruang untuk penyimpanan karbon. Pada poin ini, pemerintah akan mengatur kejelasan hukum terhadap kepemilikan ruang penyimpanan dan kewajiban yang harus dipenuhi. Dengan begini dapat memberikan akses terhadap pengembangan infrastruktur CCS.
Kedua, hukum dan kebijakan yang jelas. Kerangka peraturan CCS yang jelas dapat memberikan kepastian usaha, menarik investasi, mendorong inovasi dan komitmen jangka panjang terhadap inisiatif dekarbonisasi.
Ketiga, keamanan dan kepatuhan aspek lingkungan. Pedoman yang jelas untuk operasi CCS, termasuk perlindungan dan standar lingkungan akan membuat aktivitas ini selaras dengan persyaratan lingkungan.
Keempat, kemudahan proses perizinan. Proses perizinan untuk menjalankan CCS diharapkan bisa sederhana dan cepat. Aturan ini juga dapat memperjelas peran dan tanggung jawab masing-masing lembaga pemerintah yang terlibat. Supaya menghindari penundaan birokrasi yang dapat menghambat operasional.
“Kelima ini cukup sensitif, mengenai kewajiban
cross border carbon,” ujarnya dalam acara SPE Asia Pacific Oil & Gas Conference and Exhibition (APOGCE) di Jakarta, Selasa (10/10).
Baca Juga: Pertamina dan Air Liquide Sepakati Kerja Sama Pengembangan CCU di Kilang Balikpapan Arifin menjelaskan, kalau
cross border ketika karbon dianggap limbah artinya pendekatannya berbeda ketika dianggap sebagai komoditas. Persoalan ini yang menjadi terus didalami dan dipelajari oleh lintas kementerian mulai dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Pada poin kelima ini, kewajiban lintas border harus diatur dengan apik demi memastikan Indonesia aman. Pemerintah dapat memastikan kegiatan ini melalui perjanjian bilateral atau multilateral untuk membagikan tanggung jawab atau risiko, termasuk potensi kebocoran.
Keenam, insentif fiskal untuk pengembangan proyek CCS. Investasi untuk proyek ini memerlukan teknologi canggih dan modal yang besar, dan komitmen jangka panjang. Thus, menyiapkan insentif ke industri pionir ini sangat penting untuk memastikan proyek masuk hitungan keekonomiannya.
Kementerian ESDM berharap Perpres ini dapat selesai secepatnya. “Yang jelas kepentingan nasional harus nomor satu,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .