JAKARTA. Tanggal 1 Januari 2015 menandai kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional-Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan bagi pekerja penerima upah. Kewajiban kepesertaan bagi seluruh penduduk itu menimbulkan pertanyaan bagi para pekerja terkait kemudahan layanan dan besaran iuran. Wily Faizal Jusni (38), pekerja di perusahaan penyewaan pesawat berbasis di Jakarta, misalnya, khawatir terhadap mutu layanan kesehatan bagi pekerja penerima upah seperti dirinya. Apalagi, mertuanya mengalami rumitnya proses layanan JKN. Mertua Wily terdaftar di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) di Kalasan, Sleman, tetapi ia tinggal di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat akan kontrol ke rumah sakit di Bantul karena stroke, mertuanya ditolak RS lantaran tak membawa surat rujukan dari FKTP di Kalasan. Akhirnya mertuanya berobat tanpa memakai kartu BPJS Kesehatan, sehingga terpaksa membayar layanan kesehatan.
Berbagai masalah terkait layanan menjadi pertanyaan kalangan pekerja penerima upah, karena khawatir mutu jaminan kesehatan yang diterima turun. Mereka juga mempertanyakan perhitungan besaran iuran yang harus ditanggung saat menjadi peserta JKN-BPJS Kesehatan. Menurut Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi, seseorang yang bepergian dan butuh layanan kesehatan bisa menghubungi kantor BPJS Kesehatan setempat untuk mendapat informasi di FKTP mana ia bisa berobat. Perhitungan iuran Sebenarnya, kata Irfan, yang sejak awal perlu diketahui pekerja penerima upah terkait kepesertaan JKN-BPJS Kesehatan adalah terkait perhitungan iuran. Sebab, banyak yang menganggap gaji mereka dipotong banyak untuk iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Di luar iuran, sistem rujukan berjenjang, koordinasi manfaat (Coordination of Benefit/COB), dan mekanisme JKN lain perlu disosialisasikan lebih luas. Menurut Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran BPJS Kesehatan bagi pekerja penerima upah (PPU) yang bekerja pada badan usaha baik milik negara, daerah, maupun swasta adalah 4,5 persen dari gaji per bulan dengan ketentuan 4 persen dibayar pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh pekerja. Mulai 1 Juli 2015, iurannya berubah jadi 5 persen (4 persen pemberi kerja dan 1 persen pekerja). Iuran itu sudah mencakup suami, istri, dan tiga anak. Tiap penambahan tanggungan seperti anak keempat, ayah, ibu, dan mertua, iuran bertambah 1 persen dari gaji per bulan dibayar pekerja. Tambahan tanggungan dari kerabat lain seperti saudara kandung sesuai ketentuan iuran bagi kelompok perorangan, pekerja mandiri, atau pekerja bukan penerima upah (PBPU). Dasar perhitungan maksimal iuran peserta PPU adalah 2 kali penghasilan tak kena pajak (PTKP) status keluarga 1. Besaran nominal dari rumus 2 x PTKP status K1 dengan batas atas Rp 4.725.000. Dengan demikian, berapa pun gaji seseorang, iuran BPJS Kesehatan per bulan 4,5 persen kali Rp 4.725.000 yakni Rp 212.625 per bulan. Iuran itu untuk menanggung lima orang, termasuk anak sampai anak ketiga. Karena porsi iuran pekerja hanya 0,5 persen dari 2 x PTKP status K1, porsi iuran yang dibayar pekerja per bulan adalah Rp 23.625. Kepesertaan PPU itu masuk kelas 1. Iuran itu untuk lima anggota keluarga. ”Peserta dari pekerja jangan menganggap potongan gaji mereka besar untuk BPJS Kesehatan. Porsi iuran mereka Rp 23.625 per bulan bagi lima anggota keluarga. Artinya, iurannya Rp 4.700-an per anggota keluarga. Dengan iuran sebesar itu, banyak manfaat medis diperoleh,” kata Irfan, Sabtu (10/1). Perhitungan batas bawah iuran peserta PPU ialah 4,5 persen kali upah minimum tiap daerah. Misalnya, seseorang dengan gaji Rp 4 juta, iuran yang dibayar 4,5 persen kali Rp 4 juta. Penentuan kelas kepesertaan mengacu pada 1,5 kali PTKP dengan nominal Rp 3.547.000. Jadi jika gaji di atas Rp 3.547.000 maka ia masuk kelas 2, dan jika gajinya di atas Rp 3.547.000 per bulan masuk kelas 1.
Peserta JKN berhak mendapat layanan di FKTP yakni puskesmas, dokter praktik perorangan, dan klinik yang kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Setelah diperiksa di FKTP, peserta bisa dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) yakni RS yang kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), layanan kesehatan bagi peserta meliputi promotif dan preventif, pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis. Di FKRTL, manfaat yang diberikan meliputi layanan kesehatan rawat jalan (pelayanan spesialistik dan kegawatdaruratan) serta rawat inap. Menurut Irfan, kepesertaan PPU dalam JKN saat masih bekerja mungkin tak kerap digunakan berobat. Namun, saat pensiun dan risiko kesehatan kian besar, jaminan kesehatan dari perusahaan tak ada lagi, dan asuransi swasta tak mau menjamin lanjut usia, kepesertaan JKN amat bermanfaat.(Adhitya Ramadhan) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa