JAKARTA. Dua tahun sejak diluncurkannya grand design asuransi mikro, pertumbuhan produk asuransi ritel untuk masyarakat berpenghasilan rendah ini masih suam-suam kuku. Padahal, dari sisi harga, asuransi mikro boleh dibilang murah berkisar antara Rp 10.000 - Rp 50.000. Sosialisasi pun terus digemakan oleh pelaku industri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan mitra usaha lain. Lantas, kenapa asuransi mikro masih kalah pamor? Hendrisman Rahim, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sekaligus Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) ini menilai, ada yang tidak tepat dalam pola promosi asuransi mikro di Indonesia. Sehingga, pertumbuhannya lambat. Misalnya, melakukan sosialisasi dengan embel-embel berjualan. "Bayangkan, kita datang ke kampung-kampung nelayan atau petani sosialisasi asuransi mikro, lalu sekalian menjual produknya dengan harga Rp 10.000 - Rp 30.000. Beli nggak mereka? Belum tentu. Mereka bisa saja berpikir, lebih baik untuk beli sebungkus nasi atau rokok. Kenapa? Karena, mereka belum tahu, belum merasakan manfaat asuransi," ujarnya, akhir pekan lalu.
Ini cara perusahaan dongkrak bisnis asuransi mikro
JAKARTA. Dua tahun sejak diluncurkannya grand design asuransi mikro, pertumbuhan produk asuransi ritel untuk masyarakat berpenghasilan rendah ini masih suam-suam kuku. Padahal, dari sisi harga, asuransi mikro boleh dibilang murah berkisar antara Rp 10.000 - Rp 50.000. Sosialisasi pun terus digemakan oleh pelaku industri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan mitra usaha lain. Lantas, kenapa asuransi mikro masih kalah pamor? Hendrisman Rahim, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sekaligus Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) ini menilai, ada yang tidak tepat dalam pola promosi asuransi mikro di Indonesia. Sehingga, pertumbuhannya lambat. Misalnya, melakukan sosialisasi dengan embel-embel berjualan. "Bayangkan, kita datang ke kampung-kampung nelayan atau petani sosialisasi asuransi mikro, lalu sekalian menjual produknya dengan harga Rp 10.000 - Rp 30.000. Beli nggak mereka? Belum tentu. Mereka bisa saja berpikir, lebih baik untuk beli sebungkus nasi atau rokok. Kenapa? Karena, mereka belum tahu, belum merasakan manfaat asuransi," ujarnya, akhir pekan lalu.