KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyebut sudah terdapat 88% dari masyarakat Indonesia sudah memiliki akses terhadap sumber air minum layak dan 75% sudah memiliki akses kepada sarana sanitasi. Menanggapi hal ini, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menilai, capaian tersebut sudah baik, tetapi dia memberikan sejumlah catatan. “Prestasi ini perlu dijaga dan terus ditingkatkan. Tetapi, untuk memacu kerja keras anda sekalian, paling tidak saya mempunyai dua catatan,” kata Ma’ruf dalam sambutannya pada acara Pembukaan Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional 2019, Senin (2/12).
Baca Juga: Ma’ruf Amin: Minimnya sanitasi dan air bersih jadi pemicu masalah kesehatan Catatan pertama, akses kepada sarana sanitasi adalah akses terhadap sumber air minum layak, sedangkan akses air minum yang aman melalui perpipaan baru mendekati 20%. Indonesia adalah anggota negara G20, jadi indonesia harus berusaha keras agar akses terhadap air minum yang aman melalui perpipaan harus menjadi tujuan Indonesia agar paling tidak sejajar dengan negara tetangga. Kedua, besarnya ketergantungan masyarakat terhadap air minum dalam kemasan (AMDK). Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS pada Maret 2019, rumah tangga yang menggunakan AMDK sebagai sumber air minum utama mencapai 38,28%. Padahal harga AMDK ini mecapai rata-rata Rp 2 juta per meter kubiknya. Ma’ruf juga mengatakan bahwa tarif yang diterapkan oleh Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) masih sangat rendah. Sebagai contoh, tarif air bersih yang diberlakukan oleh PDAM Jakarta dan Depok hanya Rp 7.000 per meter kubiknya, di Bogor bahkan hanya Rp 4.500 per meter kubiknya. Dengan kondisi ini tidak mengherankan kalau 40% lebih PDAM mengalami kerugian karena tarif yang diberlakukan di bawah nilai full cost recovery (FCR). Persoalan penentuan tarif berbagai proyek Sistem Penyediaan Air Minum atau SPAM yang dilayani oleh PDAM di berbagai daerah menjadi salah satu sebab terkendalanya PDAM untuk melakukan perluasan layanan air minum yang aman kepada masyarakat.