Ini Daftar Saham Big Caps dan Lapis Kedua Pilihan Analis Usai IHSG Merosot Pekan Lalu



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik turun ke posisi 7.295,09 usai merosot 0,55% sepanjang pekan lalu. Sejalan dengan itu, investor asing mulai mencatatkan aksi jual (net sell) pada akhir pekan.

Secara akumulasi capital inflow mingguan memang masih terjaga dengan posisi beli bersih (net buy) senilai Rp 1,02 triliun. Namun jumlahnya jauh menipis jika dibandingkan dengan net buy investor asing pada pekan sebelumnya yang mencapai Rp 7,67 triliun.

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengamati situasi tersebut disertai dengan penurunan nilai rata-rata transaksi harian, dari Rp 13,8 triliun per hari pada pekan sebelumnya, menjadi Rp 10,1 triliun per hari. Alfred melihat sentimen pekan lalu lebih dominan dibayangi oleh aksi profit taking.


Sehingga, IHSG berbalik turun usai mengalami penguatan pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 14 Februari lalu.

Baca Juga: IHSG Berpotensi Lanjut Melemah, Cek Pilihan Saham untuk Awal Pekan (26/2)

"Investor asing juga kami lihat melakukan profit taking pada dua hari terakhir pekan lalu pasca akumulasi beli yang mereka lakukan sejak awal tahun hingga di pekan Pemilu," terang Alfed kepada Kontan.co.id, Minggu (25/2).

Head of Equities Investment Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni mengamini, pelemahan IHSG masih merupakan koreksi wajar akibat aksi profit taking. Terutama pada saham-saham blue chip berkapitalisasi pasar besar (big caps) seperti saham perbankan.

"Selain itu, minim katalis dari lokal maupun global. Investor masih cenderung menunggu kepastian arah kebijakan bank sentral di dunia, sehingga akan lebih banyak wait and see," sambung Agung.

Pengamat pasar modal & Founder WH-Project William Hartanto menambahkan, secara teknikal IHSG juga masih dalam pengujian support di level 7.300. William juga memberikan catatan, siklus tahunan IHSG biasanya memasuki puncak pada bulan Maret - April. Sedangkan memasuki akhir bulan Februari ini, terlihat indikasi jenuh beli.

Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas sepakat, penurunan IHSG masih dalam kategori wajar akibat jenuh beli. Sukarno lantas memperkirakan IHSG akan cenderung sideways dengan peluang yang masih terbuka untuk kembali pada kondisi uptrend.

Menutup bulan Februari, dalam skenario bullish IHSG berpotensi melaju ke resistance di area 7.342 - 7.365. Dalam skenario bearish, IHSG berpeluang berbalik ke level support 7.209 - 7.249. Alfred turut menaksir IHSG akan bergerak sideways di pekan terakhir Februari, lantaran cenderung minim sentimen dari domestik maupun global.

Alfred memproyeksikan IHSG bergerak pada rentang 7.180 - 7.403. Sementara itu, Agung melihat potensi IHSG bisa menguat tipis dengan katalis eksternal adanya perbaikan data perekonomian dari Eropa dan China. Agung menghitung, IHSG akan bergerak pada level support 7.200 dan resistance di 7.450.

Baca Juga: Sepekan Terakhir IHSG Turun, Disetir Sentimen Suku Bunga

Saham Big Caps vs Lapis Kedua

Dengan terjadinya pelemahan pada pekan lalu, Agung memandang investor bisa menimbang strategi buy on weakness pada saham-saham big caps. Sukarno pun punya saran yang sama. Sukarno menilai, koreksi pada IHSG dan saham-saham lapis pertama (first liner) terjadi sementara.

Terlebih dengan adanya dorongan dari musim rilis kinerja emiten non-bank yang mulai bergulir. Menurut Sukarno, saham-saham first liner tetap menjadi pilihan prioritas, meski dalam kondisi sideways jangka pendek IHSG, saham lapis kedua (second liner) maupun lapis ketiga (third liner) bisa menjadi alternatif.

William menimpali, strategi buy on weaknes pada saham big caps memang menarik. Namun, dia menyarankan langkah ini dilakukan pada awal bulan Maret setelah mulai terjadi konsolidasi. Sementara ada jenuh beli pada saham big caps, saham lapis kedua dan ketiga bisa menjadi alternatif untuk trading.

Alfred mengingatkan bahwa fokus pelaku pasar masih tertuju pada sejumlah faktor kunci. Meliputi perkembangan kondisi makro ekonomi, rilis kinerja keuangan emiten, serta dinamika politik pasca Pemilu & Pilpres. Munculnya wacana Hak Angket terkait penyelenggaraan Pilpres berpotensi memengaruhi sikap investor untuk wait and see.

"Meski ada dinamika hingga pengesahan keputusan akhir Pemilu, kami masih optimis hal itu tidak akan sampai mengganggu stabilitas, sehingga proses pergantian Pemerintah bisa berjalan dengan baik," terang Alfred.

Editor: Tendi Mahadi