Ini Dampak Rencana Review Proyek Infrastuktur ke Kinerja Emiten BUMN Karya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah kebijakan infrastruktur di masa pemerintahan baru yang masih digodok tampaknya terhalang berbagai perdebatan. Ketidakpastian kebijakan infrastruktur ini akan sedikit menghambat kinerja para emiten BUMN Karya.

Berdasarkan catatan Kontan.co.id, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, anggaran infrastruktur untuk pagu 2025 masih ditahan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Hal itu diakui Dody merupakan arahan dari Presiden Prabowo Subianto. 

Dody juga mengaku belum mengetahui berapa anggaran yang akan digelontorkan untuk menunjang proyek infrastruktur di tahun depan. Untuk itu, dia bakal berkomunikasi lebih lanjut antar kementerian terkait rencana pembangunan.


Bersamaan dengan pernyataan Dody tersebut, beredar juga kabar ada sejumlah proyek infrastruktur yang akan dihentikan oleh pemerintah lantaran anggarannya akan dikaji ulang. Setelah kabar tersebut, saham sejumlah emiten BUMN Karya tercatat mengalami kenaikan.

Baca Juga: Kebijakan Infrastruktur Tahun Depan Masih Tak Pasti, Ini Langkah Emiten BUMN Karya

Misalnya, saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang naik ke Rp 318 per saham pada 19 November 2024, dari Rp 288 per saham pada 18 November 2024. Saham WIKA naik lagi ke Rp 328 per saham pada 20 November 2024. Saham WIKA sudah naik 8,28% dalam sepekan.

Saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) naik dari Rp 252 per saham pada 18 November ke Rp 260 per saham pada 19 November. Saham ADHI naik lagi ke Rp 264 per saham pada 20 November dan lanjut ke Rp 266 per saham pada 21 November. Kinerja saham ADHI naik 3,12% dalam sepekan.

Senasib, saham PTPP naik dari Rp 378 per saham pada 18 November menjadi Rp 392 per saham di penutupan perdagangan keesokan harinya. Saham PTPP kembali naik ke Rp 396 per saham pada 20 November dan lanjut ke Rp 402 per saham pada 21 November. Dalam sepekan, saham PTPP naik 2,06%.

Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada melihat, kemungkinan kaji ulang dan penyetopan proyek infrastruktur di satu sisi memang akan membuat para emiten BUMN Karya mengalami penurunan nilai kontrak. Baik itu yang sedang dikerjakan maupun raihan kontrak baru.

Baca Juga: Realisasi Kontrak Baru Wijaya Karya Bangunan Gedung (WEGE) Rp 2,1 Triliun

Akan tetapi, arus kas para emiten BUMN Karya kemungkinan akan terbantu dengan adanya rencana kaji ulang dan penyetopan sejumlah proyek.  Sebab, ada kemungkinan para emiten BUMN Karya bisa saja mendapatkan proyek dengan nilai kontrak yang besar, tetapi dibayar dengan termin dan tak seluruhnya bisa dibayarkan dengan lancar.

Alhasil, raihan nilai kontrak yang didapatkan tidak sebanding dengan pemasukan dan arus kas. Faktor tersebut akhirnya dapat menghambat operasional para emiten BUMN Karya.

“Namun, jika mereka hanya mengandalkan proyek pemerintah dampaknya juga akan buruk ke keberlanjutan pengembangan bisnis perseroan,” ujarnya kepada Kontan, Sabtu (23/11).

Saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) masih disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) lantaran masih dalam proses restrukturisasi utang. Meskipun suspensi sudah berlangsung setahun, Reza melihat saham WSKT belum sampai di titik waktu yang akan segera dikeluarkan dari Bursa.

“Ini juga kembali lagi ke perolehan kontrak proyek yang dimiliki oleh WSKT. Jika ada diferensiasi proyek, mungkin kinerja Waskita Karya masih bisa selamat saat pemerintah memutuskan menyetop proyek bendungan,” ungkap dia.

Baca Juga: Anggaran Infrastruktur Belum Pasti, Simak Prospek Kinerja Emiten BUMN Karya

Sebagai catatan, WSKT sudah membangun 24 bendungan yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Sebanyak 15 di antaranya sudah selesai, sementara sembilan proyek lainnya seperti Bendungan Jragung, Rukoh, Mbay, dan Bener masih dalam proses dibangun.

Reza menegaskan, upaya para emiten BUMN Karya dalam menjaga arus kas dari proyek yang dikerjakan akan menjadi kunci utama dalam mempertahankan kinerja mereka. Reza pun melihat emiten BUMN Karya yang masih bisa dilirik oleh para investor lantaran kinerja yang masih positif adalah PTPP, ADHI, dan PT Wijaya Karya Gedung Tbk (WEGE).

Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, review ulang proyek infrastruktur besar garapan BUMN Karya akan memberikan dampak ganda terhadap kinerja mereka, khususnya untuk WIKA dan WSKT.

Di satu sisi, penghentian sementara proyek dapat mengurangi beban operasional serta kebutuhan modal kerja yang selama ini menjadi tantangan. Terutama, ini karena kondisi likuiditas para emiten BUMN Karya yang tertekan akibat utang besar. 

“Namun, di sisi lain, langkah ini juga berpotensi menurunkan pendapatan baru, sehingga memperlambat pemulihan laba emiten,” kata Hendra kepada Kontan, Kamis (21/11).

Baca Juga: Erick Thohir Wajibkan Semua BUMN Putar Lagu Indonesia Raya Setiap Hari, Cek Aturannya

Dalam kondisi ini, WIKA masih menunjukkan kinerja yang lebih stabil dibandingkan WSKT, karena portofolio proyeknya yang lebih terdiversifikasi serta manajemen risiko yang lebih baik. 

Sementara itu, WSKT menghadapi tekanan lebih berat akibat ketergantungannya pada jenis proyek yang berencana dihentikan sementara, yaitu proyek bendungan. Hal itu juga ditambah proses restrukturisasi utang WSKT yang belum selesai. 

Penghentian proyek bendungan akan semakin memberatkan keuangan WSKT, mengingat sektor tersebut merupakan salah satu kontributor utama pendapatan perusahaan. Selain itu, proses restrukturisasi utang yang berjalan lambat menambah tantangan besar bagi pemulihan kinerja. 

Saham WSKT yang telah lama disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) juga memicu kekhawatiran investor akan kemungkinan delisting, terutama jika perusahaan gagal memenuhi persyaratan bursa terkait pelaporan keuangan atau tidak menunjukkan progres signifikan dalam restrukturisasi. 

“Risiko delisting ini cukup nyata jika WSKT tidak segera menemukan solusi komprehensif untuk masalah keuangannya,” papar Hendra.

Baca Juga: Jajaran Petinggi 22 BUMN Dirombak, Kinerja Perusahaan Pelat Merah Bakal Maksimal?

Di kuartal IV 2024 hingga tahun 2025, sentimen negatif yang membayangi BUMN Karya masih mencakup penghentian proyek, lambatnya restrukturisasi utang, serta ketidakpastian kebijakan pemerintah terkait pembentukan holding BUMN Karya. 

“Hal ini memberikan tekanan besar terhadap likuiditas perusahaan serta kepercayaan investor,” kata Hendra.

Namun, terdapat beberapa sentimen positif yang akan menopang kinerja emiten BUMN Karya, seperti potensi efisiensi melalui pembentukan holding yang dapat menciptakan sinergi antarperusahaan, serta komitmen pemerintah untuk terus mendukung proyek infrastruktur strategis yang mungkin akan diprioritaskan. 

“Dari sisi fundamental, WIKA tetap menunjukkan performa yang lebih solid berkat diversifikasi proyeknya, termasuk di sektor energi dan properti,” ungkap Hendra.

Baca Juga: Bertemu Menteri PU, Erick Sebut 7 BUMN Karya Bakal Jadi 3 Induk

Di tengah berbagai sentimen yang ada, Hendra melihat, saham BUMN Karya masih layak diperhatikan untuk peluang investasi jangka panjang, khususnya emiten dengan fundamental yang lebih kuat. 

WIKA direkomendasikan beli dengan target harga Rp 400 per saham, mengingat proyek yang lebih terdiversifikasi serta potensi keuntungan dari sinergi holding. Sementara itu, PTPP juga direkomendasikan beli dengan target harga Rp 450 per saham, lantaran memiliki fokus pada infrastruktur strategis yang berpeluang mendapat prioritas alokasi proyek dari pemerintah. 

Meski demikian, investor perlu berhati-hati dan terus memantau perkembangan restrukturisasi serta arah kebijakan pemerintah untuk emiten BUMN Karya. 

“Pendekatan trading jangka pendek dapat dipertimbangkan sambil menunggu kepastian lebih lanjut mengenai kondisi fundamental dan sentimen makro,” papar Hendra.

Selanjutnya: Outstanding Pembiayaan Konsumer BCA Syariah Capai Rp 1,32 Triliun per Oktober 2024

Menarik Dibaca: 9 Tahun Olymplast, Pameran Serentak di 37 Kota Hadirkan Furnitur Plastik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati