Ini dia alasan asosiasi timah bersikeras tahan ekspor



JAKARTA. Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) memiliki alasan tersendiri untuk mempertahankan sikapnya dalam menahan ekspor timah. Para produsen timah itu menyebut ingin menghilangkan dominasi konsumen yang mengatur harga komoditas."Ini bukan lagi hukum pasar yang main, tapi sudah fund manager. Apalagi timah produk yang harganya gampang dimainkan. Ini yang mau kami hentikan," ungkap Direktur Eksekutif AITI Rudi Irawan, Rabu (2/11).Selain itu, porsi penjualan timah di London Metal Exchange (LME) tidak sebanyak alumunium, tembaga, seng, dan nikel. Menurut Rudi, penjualan timah di LME sebesar 360.000 ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan dunia. Artinya, konsumsi setiap harinya hanya sebesar 1.000 ton.Sementara status 2 November 2011, LME memiliki stok sebesar 10.000 ton yang setidaknya hanya cukup untuk 10 hari. Namun, ujarnya, para pedagang spekulan enggan menaikkan harga karena ingin melihat ketahanan para produsen timah Indonesia dalam menghentikan ekspor."Mereka tetap menahan untuk tidak menaikkan harga padahal stok hanya cukup 10 hari. Mereka menganggap bisa menekan produsen Indonesia," katanya.Pada laman LME posisi 1 November 2011, pembelian tunai dengan waktu anjuran (prompt date) 3 November 2011 untuk pembeli seharga US$ 21.525 per ton, sedangkan harga untuk penjual sebesar US$ 21.530 per ton. Sementara pembayaran tiga bulan dengan prompt date 1 Februari 2012, harga untuk pembeli seharga US$ 21.625 per ton, sedangkan penjual diberi harga US$ 21.650 per ton.Padahal, permintaan timah tidak mengalami penurunan meski krisis utang Uni Eropa tengah menerpa kawasan itu. Oleh karena itu, AITI dan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung tengah memproses rintisan Bangka Belitung Tin Market (Babel Tin Market) sebagai tandingan LME. Nantinya, kata Rudi, Babel Tin Market itu akan menjadi pengatur harga timah.Dia mengaku telah berunding dengan Badan Pelaksana Bursa Komoditi (Bapebti) untuk merealisasikan hal itu. "Kalau hal ini bisa terealisasi, mereka (LME) yang mengikuti harga kita," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie