KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memerintahkan empat perusahaan mineral untuk segera melakukan penawaran divestasi. Hal itu lantaran keempat perusahaan tersebut telah melewati masa jatuh tempo untuk mendivestasikan sahamnya pada kepemilikan nasional. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, pihaknya menargetkan penawaran divestasi tersebut sudah bisa diproses pada Semester I ini. Sehingga, pihaknya memberikan tenggat waktu hingga bulan Juni terhadap keempat perusahaan tersebut. "Kita sudah surati, mereka harus segera mengajukan penawaran. (Targetnya) Semester I, mungkin Juni paling lambat," kata Yunus saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (21/5).
Sebelumnya, sambung Yunus, pihaknya telah memberikan surat perintah penawaran divestasi tersebut pada Maret lalu. Yunus bilang, jika hingga masa tenggat waktu yang diberikan keempat perusahaan tersebut belum mengajukan penawaran, maka Kementerian ESDM akan memberikan peringatan, sebelum kemudian dicabut izinnya. "Pasti, kita akan beri peringatan 1, 2, hingga 3," kata Yunus. Adapun, keempat perusahaan tersebut memiliki kewajiban divestasi saham kepada entitas Indonesia dengan porsi yang berbeda. Rinciannya adalah: 1. PT Natarang Mining yang memiliki kewajiban divestasi saham sebesar 22%. Saat ini, perusahaan dengan komoditas emas itu mayoritas dimiliki oleh Natarang Offshore Pty. Ltd sebesar 85% dan Perseorangan sebesar 15%. 2. PT Ensbury Kalteng Mining yang memiliki kewajiban divestasi saham sebesar 44%. Mayoritas perusahaan komoditas emas itu masih dimiliki oleh Ensbury Kalteng Pte. Ltd sebesar 94%, Ensbury International Ltd. sebesar 4% dan pemegang saham lainnya sebesar 2%. 3. PT Kasongan Bumi Kencana yang harus divestasi saham sebesar 19%. Perusahaan komoditas emas itu dimiliki 45% oleh Pelsart Kasongan Pty. Ltd, 40% dimiliki Idaman Kasongan Pty, dan 15% oleh PT Wisma Budi Kerti. 4. PT Galuh Cempaka, yang harus mendivestasikan sahamnya sebesar 31%. Mayoritas perusahaan komoditas intan itu dimiliki oleh Ashton MMC Pte. Ltd. sebesar 80% dan 20% oleh PT Aneka Tambang Tbkl Sayangnya, mengenai detail waktu jatuh tempo dan batas penawaran masing-masing perusahaan, Yunus masih enggan untuk menjelasakannya. "Pokoknya semuanya sudah jatuh tempo," ujarnya. Sejalan dengan itu, Kementerian ESDM pun tengah dalam proses untuk merampungkan petunjuk teknis (juknis) mengenai tatacara dan mekanisme valuasi saham. Saat ini, imbuh Yunus, juknis tersebut sudah hampir selesai, dan setelah Lebaran nanti sudah bisa digunakan.
"Alhamdulillah sudah hampir jadi, dan itu kan untuk kebutuhan internal bagaimana semua orang sama persepsinya. Insha Allah (setelah Lebaran sudah bisa digunakan)," terangnya. Meski tak memaparkan secara detail, namun Yunus mengatakan Juknis tersebut mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2008. Beleid tersebut menyebutkan, valuasi dilakukan berdasarkan harga pasar yang wajar (fair market value) tanpa memperhitungkan cadangan tambang. Sedangkan metode penghitungannya dilakukan dengan skema perbandingan harga pasar dan/atau discounted cash flow. Yunus mengatakan, hasil valuasi dengan nilai terkecil akan menjadi harga penawaran kepada pemerintah. Adapun, proses penawaran dilakukan secaar berjenjang dan terlebih dulu ditawarkan ke pemerintah, dengan prioritas ke BUMN. Jika tidak berminat, maka selanjutnya akan ditawarkan kepada BUMD, sebelum selanjutnya ke perusahaan swasta nasional jika BUMN dan BUMD tidak ada yang berminat. Selain keempat perusahaan tersebut, ada dua perusahaan lain yang dalam waktu dekat ini sudah harus melakukan divestasi. Yakni PT Vale Indonesia (INCO) yang memiliki kewajiban divestasi sebesar 20% pada Oktober 2019 dan PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) dengan kewajiban divestasi 26% pada Juni 2020. Lantaran kedua perusahaan tersebut belum memasuki masa jatuh tempo, kata Yunus, maka pemerintah mempersilakan INCO dan NHM untuk melakukan aksi korporasi untuk mendivestasikan sahamnya kepada kepemilikan nasional. Pertimbangan Divestasi Sebelumnya, Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengungkapkan, ada sejumlah kriteria yang menjadi pertimbangan perusahaan. Baik yang akan melepaskan saham maupun yang akan menyerap saham divestasi tersebut. Bagi yang akan melakukan divestasi, perusahaan tersebut pasti ingin sahamnya jatuh ke tangan entitas nasional yang memiliki pengalaman di bidang pertambangan, serta rencana ekspansi bisnis yang jelas. Sementara itu, ada sejumlah pertimbangan yang akan diambil oleh entitas nasional yang akan menyerap saham divestasi tersebut. Terutama mengenai sumber daya atau cadangan yang tersedia, serta berbagai kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan, termasuk soal perizinan dan juga kepatuhan terhadap regulasi lainnya. "Umur tambang (jumlah sumber daya dan cadangan) itu kan nyawa perusahaan tambang. Kepatuhan terhadap hukum, struktur kepemilikan saham saat ini dan jumlah hutang-piutang juga menjadi pertimbangan utama," ungkap Irwandy ke Kontan.co.id beberapa waktu lalu. Senada dengan itu, Ketua Indonesian Mining Association (IMA) Ido Hutabarat menyebutkan da empat kriteria yang menjadi dasar pertimbangan perusahaan dalam menyerap saham divestasi ini. Pertama, nilai valuasi dari porsi saham yang didivestasikan tersebut. Kedua, valuasi tersebut utamanya menyangkut nilai deposit atau cadangan komoditas mineral yang bisa ditambang. Ketiga, terkait dengan kepastian hukum berapa lama perusahaan bisa mengoptimalkan penambangan atas deposit tersebut. Keempat, mengenai nilai keekonomian dan ketersediaan pasar dari komoditas atau hasil olahannya, terutama soal pembangunan smelter, mulai dari berapa nilai investasinya, serta bagaimana kesiapan pasar dari komoditas dan hasil olahannya. "Jadi itu (yang kriteria menjadi pertimbangan), karena ada investasi jangka panjang, utamanya smelter. Kalau semuanya memenuhi, mungkin banyak yang minat," ungkap Ido. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini