KONTAN.CO.ID - Kecintaan terhadap dunia kuliner mendorong Okki Indiyanto merintis bisnis kuliner aneka brand dengan sistem kemitraan. Bisnis kuliner yang dibesutnya sejak 2013 lalu itu diberi nama Area Waralaba. Konsep kemitraan yang ditawarkan cukup unik. Okki menyebutnya sebagai sistem kemitraan mandiri. “Saya bikin bisnis kemitraan kuliner ini karena pensiun. Niat awalnya ingin membantu teman-teman sesama pensiunan atau pekerja yang kena PHK biar bisa punya usaha sendiri,” ungkapnya. Pria domisili Bekasi, Jawa Barat ini membuka peluang kemitraan dengan harga yang tergolong ramah di kantong. Dengan modal sekitar Rp 3,8 juta, seorang calon mitra sudah bisa mendapat paket komplit untuk membuka usahanya.
Tak perlu modal besar untuk membuka bisnis kuliner karena bagi Okki yang lebih penting adalah kemauan, keberanian dan konsistensi. “Memang tidak ada jaminan usahanya bakal lancar tanpa hambatan, pasti ada ruginya juga. Namun saat itulah konsistensi diuji,” ungkap Okki. Selain paket kemitraan yang miring, harga aneka makanan juga tergolong murah, mulai dari Rp 7.000– Rp 10.000. Namun, ia juga membebaskan mitra menentukan harga jual. Okky mengatakan, sejak tahun 2013 hingga saat ini sudah sekitar 30
brand kuliner yang dijalankan Area Waralaba. Beberapa diantaranya ada Martabak Midi, Ayam Bakar Bekasi (ABABE) ala Family Resto, Murashi Sate Taichan, Murashi Yakitori, Murashi Bento, Murashitako Takoyaki, Roti Cop/ Roti Koffie, Martabak Salira, Ikan Ayam Bakar Madu, Singkong Thailand, Sempol Malang, Cendol Fantasy, Fantasy Drink dan masih banyak lagi. Dan sudah sekitar 300-an gerai mitra tersebar di Jabodetabek, Makassar, Lampung, Manado, Jambi, Semarang dan Malang. “Brand pertama yang saya dirikan itu Martabak Midi. Waktu itu saya sempat punya gerai sendiri, tapi sekarang sudah tidak lagi, fokus membantu mitra yang ingin bergabung dan konsultasi bisnisnya,” jelas Okki. Ia mengatakan jika sebagian besar mitranya berasal dari wilayah Jabodetabek. Ikuti tren kuliner dan inovasi jadi kunci sukses Okki Sejak awal mendirikan bisnis kuliner dengan sistem kemitraan, Okki Indiyanto memang memilih jenis kuliner yang tengah populer di masyarakat. Memilih kuliner yang jadi tren di masyarakat bukanlah tanpa alasan, pasalnya, produk kuliner yang sedang jadi tren lebih mudah dijual. Ia juga tak perlu mengedukasi pasar saat awal memasarkannya. Pria asli Salatiga ini mengembangkan aneka resep bisnis kulinernya dengan racikan sendiri. Ia mengembangkan resep khas Area Waralaba agar punya ciri khasnya sendiri. Setiap menemukan racikan resep baru, Okki langsung melakukan terster lewat keluarga dan lingkungan terdekatnya. “Sebisa mungkin saya keluarkan resep menu baru tiap dua bulan sekali. Setiap dua bulan sekali ada inovasi menu di Area Waralaba. Selama ini tester saya lakukan kepada orang-orang terdekat, biasanya mereka kasih masukan untuk perbaikan, misal kurang manis atau asin,” ujar Okki. Sedangkan dalam mengikuti tren kuliner yang tengah berkembang di masyarakat, Okki banyak dibantu oleh anak keduanya. Lingkungan kampus yang dipadati berbagai jajanan khas anak kuliah membuat anak keduanya sering membawa berbagai makanan ke rumah untuk sample. Dari rekomendasi si anak inilah, Okki mendapat inspirasi membuat resep baru. “Anak saya yang nomor dua kalau pulang ke rumah selalu bawa makanan aneh-aneh. Dia yang suka update soal camilan yang lagi tren. Kalau generasi saya gini mana tau ada jajanan begitu. Dari dia itu saya sering dapat inspirasi untuk inovasi menu baru,” ungkapnya. Bagi Okki, inovasi dalam bisnis kuliner mutlak dilakukan. Bahkan kunci bertahannya bisnis kuliner terletak di inovasinya. Pasang surut tren kuliner menuntut pelaku usahanya kreatif dalam menciptakan menu-menu baru. “Menu baru itu nggak harus benar-benar baru. Kalau saya biasanya dari menu lama, diolah lagi. Ada inovasi di bumbunya, kemasan dan tambahan topping-nya. Dan itu saya lakukan untuk beberapa brand kemitraan saya yang lama,” tuturnya. Dengan adanya inovasi dan kreatifitas, kuliner kuno sekalipun bisa tetap diterima pasar dengan konsep dan sedikit penyesuaian pada citarasanya. Tak ambisius, pilih fokus promosi dan inovasi Dalam mengembangkan sebuah bisnis, promosi atau marketing merupakan salah satu komponen penting yang wajib dilakukan pelaku usaha. Apapun sektor bisnisnya, promosi punya peranan penting untuk memperkenalkan suatu produk maupun perusahaan kepada pasar. Bahkan, sebuah bisnis bisa berhenti jika tidak melakukan promosi berkelanjutan. Terkait hal ini, Area Waralaba besutan Okki Indiyanto selama ini mengandalkan promosi digital dan konvensional. Promosi digital dilakukan dengan memasang iklan di beberapa
marketplace. Sedangkan promosi konvensional dilakukan lewat pameran dan info dari mulut ke mulut. Okki mengakui dirinya tak terlalu ambisius dalam menjalankan bisnisnya. Tujuan awal bapak tiga anak ini adalah ingin membantu banyak orang agar bisa memiliki usaha sendiri dengan modal yang relatif terjangkau. Meski begitu, Okki tetap rutin melakukan promosi dan inovasi resep. “Saya tidak ada target tertentu harus cari berapa mitra dan punya berapa gerai. Menurut saya hal yang paling penting, fokus saja dalam memberikan yang terbaik bagi mitra dan calon mitra. Terus inovasi dan membantu mitra mencari solusi dari permasalahannya,” ungkapnya.
Karena kemitraan yang ditawarkan Area Waralaba mandiri, para mitra tak lagi bergantung pada pusat, termasuk soal bahan baku. Kecuali, tepung ayam dan takoyaki saja yang bisa dibeli oleh mitra ke pusat. Soal bumbu, tiap mitra akan dibekali resep rahasia dan diajari sampai mahir. “Misal kalau ada yang rasanya tidak sama atau bumbunya kurang pas, saya sediakan fasilitas
training untuk mitra gratis di kantor sampai benar-benar pas rasanya. Mau berapa kalipun mitra ikut pelatihan akan saya sediakan, semua gratis,” jelasnya. Untuk mengembangkan bisnis Area Waralaba, Okki memilih fokus dalam berinovasi seperti menemukan resep kuliner baru, perbaikan sistem maupun kualitas peralatan usaha. Ia berprinsop , jika berhenti berinovasi, bakal habislah bisnis yang dibangunnya selama ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Johana K.