KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamis (18/1) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan praperadilan yang diajukan bos Sugar Grup Gunawan Jusuf dan M. Fauzi Thoha sebagai pemohon dikabulkan sebagian. Dari lima petitum gugatan yang diajukan pemohon, Sidang yang dipimpin hakim tunggal Effendi Mukhtar mengabulkan dua gugatan yaitu menyatakan Surat Perintah Penyidikan terhadap Gunawan dan Fauzi dinyatakan tidak sah, batal demi hukum, dan tak memiliki kekuatan hukum. Kedua seluruh proses penyidikan diperintahkan untuk dihentikan. Penyidikan atas Gunawan dan Fauzi sendiri bermula dari Surat Perintah Penyidikan bernomor SP.Sidik/896 Subdit I/VI/2017/Dit.Tipidum tanggal 22 Juni 2017 yang didasarkan kepada laporan polisi no LP/369/IV/2017Bareskrim tanggal 7 April 2017 oleh pelapor yaitu Walfrid Hot Patar (PT Bumi Sumber Sari Sakti). Dalam laporannya, pelapor mengajukan laporan rekayasa pemalsuan dan penggelapan hak penguasaan tanah seluas seluas 14.495.511,3 hektare di Desa Terbanggi Ilir dan Mataram Udik yang dimiliki PT Gula Putih Mataram anak usaha Sugar Group Company. Dokumen-dokumen kepemilikan lahan tersebut yang disangka palsu oleh pelapor. Dokumen yang dimaksud adalah daftar perincian aktiva tetap PT GPM tahun 1985 yang jadi dasar surat laporan kehilangan atas bukti pembayaran pelepasan hak/tanah milik PT GPM. Lantaran yang jadi dasar adalah dokumen pada 1985 ini, hakim menilai laporan tersebut tak memenuhi syarat hukum karena kedaluwarsa. "Menimbang bahwa setelah hakim memperhatikan tempus delicti terkait tuduhan kepada pemohon pada 1985, Di mana surat kehilangan atas laporan keuangan dan laporan auditor telah dilaporkan sebagai pemalsuan surat, penggelapan dan pemalsuan fakta otentik. Apabila Dihubungkan dg pasal 78 KUHP Tempus delicti mana tuduhan atas pasal 263, pasal 266 KUHP adalah kedaluwarsa. Menimbang pasal 278, terhadap kejahatan yang diancam dengan masa hukuman lebih dari tiga tahun, kedaluwarsanya adalah setelah 12 tahun," putus Hakim Effendi. Sementara alasan kedua adalah soal termohon, dalam hal ini adalah Direktorat Tindak Pidana Umum Mabes Polri dinilai salah menafsirkan perkara Tata Usaha Negara sebagai tindak pidana. "Halim berpendapat bahwa termohon telah melakukan penafsiran subjektif dan telah memberikan penilaian atas sunjek dan objek perkara Tata Usaha Negara sebagai temuan unsur pidana," sambung Hakim Effendi. Hakim Effendi mendasarkan putusannya dari Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 14/PK/TUN/2016 tanggal 18 April 2016 yang memutuskan perkara tersebut murni perkara Tata Usaha Negara. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ini dua alasan kemenangan praperadilan bos Sugar Group
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamis (18/1) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan praperadilan yang diajukan bos Sugar Grup Gunawan Jusuf dan M. Fauzi Thoha sebagai pemohon dikabulkan sebagian. Dari lima petitum gugatan yang diajukan pemohon, Sidang yang dipimpin hakim tunggal Effendi Mukhtar mengabulkan dua gugatan yaitu menyatakan Surat Perintah Penyidikan terhadap Gunawan dan Fauzi dinyatakan tidak sah, batal demi hukum, dan tak memiliki kekuatan hukum. Kedua seluruh proses penyidikan diperintahkan untuk dihentikan. Penyidikan atas Gunawan dan Fauzi sendiri bermula dari Surat Perintah Penyidikan bernomor SP.Sidik/896 Subdit I/VI/2017/Dit.Tipidum tanggal 22 Juni 2017 yang didasarkan kepada laporan polisi no LP/369/IV/2017Bareskrim tanggal 7 April 2017 oleh pelapor yaitu Walfrid Hot Patar (PT Bumi Sumber Sari Sakti). Dalam laporannya, pelapor mengajukan laporan rekayasa pemalsuan dan penggelapan hak penguasaan tanah seluas seluas 14.495.511,3 hektare di Desa Terbanggi Ilir dan Mataram Udik yang dimiliki PT Gula Putih Mataram anak usaha Sugar Group Company. Dokumen-dokumen kepemilikan lahan tersebut yang disangka palsu oleh pelapor. Dokumen yang dimaksud adalah daftar perincian aktiva tetap PT GPM tahun 1985 yang jadi dasar surat laporan kehilangan atas bukti pembayaran pelepasan hak/tanah milik PT GPM. Lantaran yang jadi dasar adalah dokumen pada 1985 ini, hakim menilai laporan tersebut tak memenuhi syarat hukum karena kedaluwarsa. "Menimbang bahwa setelah hakim memperhatikan tempus delicti terkait tuduhan kepada pemohon pada 1985, Di mana surat kehilangan atas laporan keuangan dan laporan auditor telah dilaporkan sebagai pemalsuan surat, penggelapan dan pemalsuan fakta otentik. Apabila Dihubungkan dg pasal 78 KUHP Tempus delicti mana tuduhan atas pasal 263, pasal 266 KUHP adalah kedaluwarsa. Menimbang pasal 278, terhadap kejahatan yang diancam dengan masa hukuman lebih dari tiga tahun, kedaluwarsanya adalah setelah 12 tahun," putus Hakim Effendi. Sementara alasan kedua adalah soal termohon, dalam hal ini adalah Direktorat Tindak Pidana Umum Mabes Polri dinilai salah menafsirkan perkara Tata Usaha Negara sebagai tindak pidana. "Halim berpendapat bahwa termohon telah melakukan penafsiran subjektif dan telah memberikan penilaian atas sunjek dan objek perkara Tata Usaha Negara sebagai temuan unsur pidana," sambung Hakim Effendi. Hakim Effendi mendasarkan putusannya dari Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 14/PK/TUN/2016 tanggal 18 April 2016 yang memutuskan perkara tersebut murni perkara Tata Usaha Negara. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News