Ini efek berlanjutnya perang dagang terhadap output nasional menurut Indef



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) tak begitu meyakini Amerika Serikat dan China akan mencapai perdamaian dagang dalam pertemuannya di Argentina dalam rangka forum G20 di penghujung November ini. Lantas, Indonesia patut bersiap mengantisipasi dampak keberlanjutan perang dagang, terutama terhadap sejumlah sektor output nasional.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menjelaskan perang dagang membawa sejumlah dampak positif dan negatif. Dilihat dari output nasional secara sektoral, barang-barang tekstil dan produk tekstil (TPT) bakal terimbas cukup besar sehingga ekspor ke AS akan turun sebesar 2,8% dan ikut menekan produksi dalam negeri.

Sementara, penurunan permintaan dari China akan menekan output barang hasil kilang minyak dan gas bumi dalam negeri. Perlambatan ekonomi China akibat perang dagang akan menekan permintaan gas alam dari Indonesia, sedangkan ekspor minyak ke AS yang merupakan penyumbang ekspor terbesar antara Indonesia-AS juga akan melambat.


"Tapi ada juga sektor yang terdampak positif, seperti industri dirgantara, antara lain pesawat terbang dan jasa perbaikannya," kata Enny.

Seperti yang diketahui, AS dan China saling mengenakan tarif impor pesawat terbang dan perlengkapannya. Indonesia dianggap dapat menjadi pesaing utama untuk merebut pasar industri ini, disamping Uni Eropa.

"Produk elektronik Indonesia juga bisa memanfaatkan untuk mengekspor lebih banyak ke AS. Produksi elektronik nasional harus ditingkatkan," ujar Enny.

Indef memproyeksi, output pesawat terbang dan jasa perbaikannya bisa naik 1,97%, sedangkan ouput barang elektronik dan komunikasi berpotensi tumbuh 1,03%.

Sementara, output nasional tekstil diperkirakan merosot 1,9% atau setara Rp 571 miliar, benang turun 1,61% atau Rp 695 miliar, dan pakaian jadi turun 1,32% atau Rp 1,6 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi