KONTAN.CO.ID - JAKARTA.Dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa menjalan ke mana-mana, yang pada akhirnya dapat menganggu perekonomian di dalam negeri. Tidak hanya banyak proyek konstruksi dan infrastruktur yang terdampak, kelangsungan investasi juga terganggu. M Rizal Taufikurahman, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang sudah menyentuh level Rp 16.380-an menunjukkan bakal terjadi pembengkakan secara ekonomi dilihat dari sisi supply utamanya pada produksi terutama berkaitan dengan bahan baku impor industri. "Selain itu tentu untuk proyek strategi nasional yang sangat berkaitan dengan bahan material yang impor," katanya kepada KONTAN, Rabu (19/6/2024).
Untuk diketahui, nilai tukar rupiah menguat tipis dalam penutupan perdagangan hari ini. Nilai tukar rupiah menguat 47 poin menjadi Rp 16.365 per dolar Amerika Serikat (AS). Pada akhir perdagangan pekan kemarin, kurs rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah tajam di level Rp 16.412. Menurut dia, pelemahan rupiah menjadi salah satu penyebab cost overrun dari biaya pembangunan infrastruktur, apalagi sekarang banyak bahan baku untuk konstruksi yang sangat tergantung pada impor. Utamanya, pada kebutuhan besi atau baja, bahan baku produksi semen misalnya. Lantas, bagaimana dampaknya jika cost overrun ini berlangsung lama. "Ya, tentunya berpengaruh terhadap dua hal. Dari segi presisi fiskal kita maka akan mendorong besaran fiskal yang semakin tidak kuat untuk membiayai stimulus proyek-proyek strategis nasional. Yang tadinya katakanlah nilai tertentu, dengan kenaikan kurs, maka untuk komiditas maupun bahan baku impor akan meningkat harganya," jelasnya. Kedua, dari sisi daya tarik investasi. Para investor memang mustinya bergembira dengan nilai tukar rupiah yang semakin menurun. Para investor akan berbondong-bondong. Namun, problemnya adalah para investor masih kurang tertarik untuk berinvestasi di sektor ril yang notabene market domestik juga sedang melemah. "Nah, mereka lebih banyak investasi di kurs atau di valas dengan nilai mata uang dolar. Mereka menyimpan itu," sebutnya. Meski begitu, ada hal yang lain yang bakal berpengaruh terhadap perekonomian, yakni daya tarik investasi dalam negeri. Tentunya, menjadi challenging dan punya tantangan tersendiri di dalam mendorong realisasi investasi dari PNDN, termasuk juga nanti akibatnya adalah ke penyerapan jumlah tenaga kerja. Tak ayal, bisa menghambat pembentukan nilai tambah. Yang terang, jika pembentukan nila tambah terdistorsi, menurun, lalu apa yang akan terjadi? "Kalau dilihat dari sisi pasar uang, likuiditas money kita atau uang yang beredar akan menurun. Jadi, orang berbondong-bondong sekarang membeli dolar kan, dan akibatnya apa? Money supply di pasar uang akan terdistorsi. Akhirnya, yield atau jumlah output nasional, pendapatan nasional akan terpengaruh," sebut dia mengingatkan. Bagaimana dari sari sisi pasar barang bagaimana? Rizal menerangkan, pasar barang atau sektor ril juga dari produksi agregatnya akan semakin turun. Hal ini juga akan mengkontraksi pertumbuhan ekonomi nasional. Inilah yang dikhawatirkan dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, apalagi sektor ril yang masih jauh tidak lebih kompetitif dibandingkan sektor uang. "Ini saya kira menjadi tantangan bagi kebijakan mixed policy kita. Fiskal maupun moneter kita yang harus terus mengkolaborasi dan lebih konstruktif, serta lebih efektif di dalam menjaga stabilitas nilai tukar maupun stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional," terang Rizal. Selanjutnya, Rizal berujar, hal mendasar lain adalah bagaimana Bank Indonesia melihat situasi ini. Kemarin sempat dinaikan suku bunga Bank Indonesia tetapi nyatanya juga tidak menekan nilai kurs. Artinya apa? Daya saing sektor keuangan jauh lebih atraktif dibandingkan suku bunga Bank Indonesia ini. Karena memang harapannya dengan menaikkan suku bunga akan banyak berinvestasi dengan mengambil banyak kredit ke perbankan atau menyimpan uangnya rupiah di Bank.
"Tapi nyatanya buka malah rupiah jauh lebih menarik di pasar uang ini para spekulan membeli dolarnya, akibatnya apa? Ya, tadi, lagi-lagi money demand atau permintaan uang rupiah menjadi turun. Akibatnya ke money supply juga turun. Mau tidak mau bond kita juga makin turun, terkoreksi, dan pertumbuhan ekonomi pun akan terkoreksi. Dan ini tentu akan menurunkan pertumbuhan ekonom kita akan terkontraksi. Bagaimana dampaknya terhadap infrastruktur dan konstruksi dari pelemahan nilai tukar rupiah ini. Rizal menuturkan, pemerintah kalau melihat kondisi ini mestinya mengevaluasi atau memilah mana proyek strategis nasional (PSN) dan infrastruktur yang prioritas dan mana yang tidak. Atau malah saat ini infrastruktur yang paling diperlukan adalah yang mendongkrak industrialisasi ditopang oleh hilirisasi yang mampu meningkatkan nilai tambah kemudian mendorong multi-layer effect, terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja, terhadap upah, dan terhadap output atau produktivitas dari industri kita. Pada akhirnya, Rizal berharap tentu sangat bijak rasanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada saat ini melihat kondisi ini harus lebih realistis bahwa PSN memang diperlukan. "Namun, hal prioritas, dipilih dan dipilah menjadi penting agar program strategis nasional ini bisa running dan memberikan nilai tambah secara direct maupun indirect terhadap perekonomian serta perbaikan pertumbuhan ekonomi kita bukan hanya kuantitas tetapi juga kualitasnya," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dadan M. Ramdan