Ini Emiten yang Diuntungkan dan Dirugikan Kebijakan BI Menahan Suku Bunga



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Agustus 2023.

Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Leonardo Lijuwardi menilai, kebijakan tersebut membuat kerugian bagi beberapa emiten. Terutama bagi emiten di sektor teknologi yang sangat sensitif jika suku bunga naik.

“Untuk saham teknologi biasanya sangat berpengaruh negatif jika suku bunga naik. Hal ini pastinya terkait dengan “bakar-bakar uang” yang saat ini mulai sulit dilakukan,” kata Leonardo kepada Kontan, Sabtu (27/8).


Saat ini, prospek utama dari emiten teknologi adalah kinerja yang optimal tanpa perlu melakukan strategi bakar uang tersebut.

Baca Juga: Ada Rotasi Kinerja Saham, Begini Prospek Sektor Unggulan Saat Ini

Sementara itu, Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mencermati salah satu dampak dari ditahannya suku bunga acuan karena adanya tekanan peningkatan yield, terutama di AS yang berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah.

Dengan demikian, memang ada dampak negatif pada saham-saham seperti sektor farmasi yang banyak melakukan impor, terutama impor bahan baku atau bahan setengah jadi. Akan tetapi, arah kebijakan jangka panjang The Fed yang cenderung lebih akomodatif diyakini akan kembali mendorong penguatan nilai tukar rupiah.

Terdapat pula sektor-sektor yang diuntungkan, yakni sektor perbankan. Menurut Valdy, kebijakan ini dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang akomodatif, yang dapat menguntungkan sektor perbankan.

“Dengan demikian saham-saham rate-sensitive, terutama perbankan cenderung diuntungkan dari kebijakan ini,” kata Valdy kepada Kontan.co.id, Jumat (24/8).

Baca Juga: IHSG Naik 0,52%, Ini Saham Top Gainers & Top Losers Sepekan

BI menyatakan bahwa tingkat suku bunga saat ini cukup untuk membawa perekonomian menuju target inflasi, yakni 2%-4%, serta pertumbuhan ekonomi 5% hingga tahun 2024. Suku bunga deposit facility dan lending facility juga dipertahankan pada level 5% dan 6,5%.

Lebih lanjut, prospek saham bank dan saham-saham yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga diprediksi masih cukup positif di sisa tahun 2023. BI diyakini tidak akan menaikkan suku bunga acuan hingga akhir 2023, sebab The Fed Rate diperkirakan sudah sangat dekat dengan terminal rate.

“Dengan demikian, penyaluran kredit sektor perbankan berpotensi mencatatkan akselerasi di semester II-2023, terutama menjelang periode kampanye di akhir tahun dan siklus peningkatan konsumsi masyarakat jelang akhir tahun,” kata Valdy.

Di sisi lain, kepercayaan masyarakat untuk mengambil kredit kepemilikan rumah dan kendaraan juga meningkat seiring dengan keyakinan bahwa suku bunga acuan akan cenderung turun di 2024. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi indeks keyakinan konsumen Indonesia yang rata-rata bertahan di atas 125 hingga Juli 2023.

Baca Juga: Begini Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham Pilihan Analis untuk Senin (28/8)

Saat ini, tantangan bagi emiten terhadap kebijakan tersebut adanya risiko kenaikan suku bunga acuan dari bank sentral luar, seperti AS dan Eropa yang berpotensi masih ada, meski tidak akan seagresif di akhir tahun 2022 lalu.

Secara teknikal, Valdy merekomendasikan maintain buy untuk saham BBCA dengan target harga Rp 9.550 per saham-Rp 9.875 per saham dan stop loss Rp 9.000. Dia pun merekomendasikan maintain buy saham BBNI dengan target harga Rp 9.550 per saham -Rp 9.625 per saham dan stop loss Rp 8.850.

Valdy merekomendasikan maintain buy saham BBRI dengan target harga Rp 5.900 per saham-Rp 6.050 per saham dan stop loss Rp 5.350. Terakhir, saham BMRI maintain buy dengan target harga Rp 6.250 per saham dan stop loss Rp 5.625.

Sementara Leonardo merekomendasikan saham BMRI dengan target harga Rp 6.750 per saham, BBCA dengan target harga Rp 10.200 per saham, BBNI dengan target harga Rp 12.000 per saham, dan BBRI dengan target harga Rp 6.000 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati