Ini empat tantangan asuransi perikanan menurut OJK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus menggenjot program asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil (APPIK). Tahun lalu, program APPIK mencatat pendapatan premi Rp 2,98 miliar. Meski begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui masih ada banyak tantangan dalam menjalankan program asuransi perikanan ini.

Direktur Pengawas Asuransi OJK Ahmad Nasrullah mengatakan ada empat tantangan dalam menjalankan program ini. Pertama, 12 perusahaan asuransi yang menyediakan produk ini belum memiliki pengalaman dalam akseptasi dan underwriting produk asuransi perikanan.   

Kedua, belum ada contoh produk asuransi perikanan dengan karakteristik dan manfaat yang melindungi pembudidaya dari risiko tersebut. Hal ini karena komoditas yang dijamin semakin banyak dan lebih kompleks dibanding komoditas yang sebelumnya, yakni udang.


Ketiga, terdapat potensi risiko yang relatif besar, sebab objek yang dijamin berada di bawah air dan tidak terlihat jumlahnya. Terakhir, para pembudidaya belum memahami manfaat yang akan diterima dari produk asuransi perikanan,” kata Ahmad kepada Kontan.co.id, Selasa (8/1).

Oleh karena itu, 12 perusahaan asuransi dengan PT Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo) sebagai lead-nya beserta KKP dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) perlu melakukan kajian dan survei atas risiko asuransi tersebut. Dengan begitu, ada nilai premi dan maksimal santunan yang disepakati.

Kini, ada enam komoditas yang diasuransikan, yaitu ikan patin dengan premi Rp 90.000 per tahun, ikan nila payau dengan premi Rp 150.000 per tahun, ikan nila tawar dengan premi Rp 135.000 per tahun, ikan bandeng dengan premi Rp 90.000 per tahun, udang dengan premi Rp 225.000 per tahun dan polikultur dengan nilai premi Rp 225.000 per tahun.

Sementara itu, santunan maksimum untuk jenis ikan patin adalah Rp 3 juta per tahun, ikan nila payau Rp 5 juta per tahun, ikan nila tawar Rp 4,5 juta per tahun, ikan bandeng Rp 3 juta per tahun, udang Rp 7,5 juta per tahun, dan polikultur Rp 7,5 juta per tahun.

Pada awalnya peluncurannya, misi program ini adalah melindungi untuk pembudidaya ikan kecil dan tradisional dari dampak perubahan iklim, bencana alam, maupun risiko usaha. Oleh karena itu, hingga 2018 program ini masih menggunakan pola subsidi premi yang 100% berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Akan tetapi, Kepala Unit Bisnis Agrikultur dan Asuransi Mikro Jasindo Ika Dwinita Sofa, mulai 2019, asuransi ini akan masuk ke ranah komersial. “Dari program pemerintah itu, muncul peluang-peluang untuk masuk ke usaha budidaya skala menengah hingga besar,” kata dia, Senin (7/1). Dengan cara ini, target premi 2019 naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 5 miliar.

Asal tahu saja, selain jumlah premi, jumlah klaim per 2018 juga naik sebesar Rp 75% menjadi Rp 700 juta. Pada 2017, jumlah klaimnya masih sebesar Rp 400 juta. Semua klaim tersebut disumbang oleh jenis komoditas udang.

Hingga 2018, asuransi ini juga telah melindungi 10.220 hektare lahan budidaya ikan dengan 6.914 pembudidaya, serta telah mencakup 59 kabupaten atau kota di 22 provinsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi