Ini hal yang dibahas Menko Perekonomian saat bertemu Hotman Paris



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bertemu dengan pengacara kenamaan Hotman Paris Hutapea pada Senin (6/9).

Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Elen Setiadi mengatakan, pertemuan tersebut dalam rangka mendengarkan masukan dari praktisi hukum terkait pelaksanaan hukum bisnis.

“Pertemuan Pak Menko dan Pak Hotman, mendengarkan masukan dari praktisi/lawyer atas berbagai pelaksanaan hukum bisnis, termasuk dampak pandemi Covid-19 atas dunia usaha dari sisi aspek hukum-nya,” kata Elen saat dikonfirmasi, Senin (6/9).


Sebelumnya, Menko Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah saat ini tengah mengkaji usulan pengusaha terkait menghentikan sementara atau moratorium pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan kepailitan.

Hal itu disampaikan Menko Airlangga dalam Rakornas Apindo ke – 31, Selasa (24/8). Menurut Airlangga, terdapat indikasi adanya moral hazard dari meningkatnya perkara PKPU dan kepailitan.

“Pemerintah sedang mengkaji terkait dengan hal tersebut. Pemerintah akan melihat plus minusnya karena kalau dilakukan moratorium pun akan ada back log pasca pandemi dan tentu sebagian besar saat sekarang sudah berproses,” ujar Airlangga.

Baca Juga: Kabar baik, PKL dan warung dapat bantuan tunai Rp 1,2 juta

Sejumlah pakar mengenai menyoroti usulan moratorium Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan. Hal itu salah satunya dapat mengganggu kestabilan kredit macet atau non performance loan (NPL) yang terjadi akibat hilangnya upaya hukum.

Terganggunya kestabilan NPL tersebut akan berdampak pada kemudahan berinvestasi. Pasalnya penyelesaian kebangkrutan atau resolving insolvency masuk sebagai salah satu topik dalam penilaian kemudahan berusaha (EODB).

"Kalau hal ini terjadi peringkat Indonesia di EODB bisa turun," ujar Managing Partner Siregar Setiawan Manalu Partnership, Nien Rafles Siregar dalam Webinar Kupas Tuntas Rencana Moratorium Kepailitan dan PKPU, Jumat (3/9).

Sebagai informasi, saat ini peringkat Indonesia dalam sektor resolving insolvency merupakan salah satu yang terbaik dari sektor penilaian lainnya. Peringkat resolving insolvency Indonesia telah berada di peringkat 38.

Hal serupa juga disampaikan oleh pakar kepailitan Universitas Airlangga Hadi Subhan dalam Webinar tersebut. Hadi bilang moratorium PKPU dan kepailitan menjadi kemunduran. "Usulan Perppu moratorium ini adalah tidak masuk akal atau yang saya sebut kemunduran parah," ungkap Hadi.

Rencana moratorium dinilai rawan ditunggangi debitur yang tidak memiliki itikad baik. Terutama pihak debitur yang telah menghindari kewajiban pembayaran utang meski tak terdampak pandemi virus corona.

Baca Juga: PPKM level 4 di luar Jawa-Bali diterapkan di 23 kabupaten/kota

Sebelumnya wacana moratorium PKPU dan kepailitan muncul akibat melonjaknya pengajuan PKPU dan kepailitan selama pandemi Covid-19. Namun, angka tersebut dinilai masih wajar oleh Hadi.

Saat ini total perkara PKPU dan pailit mencapai sekitar 500 kasus. Namun, angka tersebut masih di bawah negara besar lain seperti Amerika Serikat yang dapat mencapai ratusan ribu kasus tiap tahunnya.

Selanjutnya: Menaker: Presidensi G20 Indonesia di 2022 jadi momentum majukan ketenagakerjaan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari