BOGOR. Karyawan perhotelan di Kota Bogor, Jawa Barat, terancam "dirumahkan", menyusul turunnya pendapatan industri hotel di kota tersebut sebagai akibat dari kebijakan pemerintah pusat melarang pegawai negeri sipil rapat di hotel. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor Shahlan Rasyidi, di Bogor, Jumat (9/1), mengatakan, terhitung per 15 Desember, sudah ada 222 karyawan hotel yang dirumahkan. "Laporan dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta PHRI, sudah ada 222 karyawan hotel yang dirumahkan, rata-rata di Hotel Royal dan Permata," kata Shahlan.
Dia menjelaskan, ancaman dirumahkannya karyawan perhotelan tersebut merupakan imbas dari berkurangnya pendapatan hotel yang diprediksi mencapai Rp 300 miliar pada tahun 2015 ini. Berkurangnya pendapatan hotel ini terjadi karena 60 persen hotel di Kota Bogor menggunakan konsep MICE, yakni rapat, insentif, konferensi, dan pameran (meeting, incentive, convention, and exhibition). Sementara itu, sisanya 40 persen mengambil layanan wisatawan bebas atau "free individual traveler". Shahlan menambahkan, sejak 2013, tercatat ada 66 hotel di Kota Bogor, dengan 2.698 kamar tidur dan 1.864 tenaga kerja, 3 tempat penginapan remaja, dan 2 pondok wisata. "Karena hotel MICE sangat bergantung pada kegiatan rapat kementerian, pemerintah desa, dan BUMN lainnya," kata Shahlan. Sebagai perbandingan, lanjutnya, dari 12 November sampai 15 Desember 2014, pembatalan rapat di hotel sudah mengurangi pendapatan hotel sampai Rp 48 miliar. Imbas dari penurunan pendapatan ini, pada tahun 2015, diperkirakan 10 persen hotel akan gulung tikar dan akan bertambah pada tahun berikutnya.