Ini isi gugatan Perppu soal AEoI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui mekanisme uji materi.

Mengacu berkas yang diterima Kontan.co.id, Rabu (1/11) pemohon adalah Dosen Filsafat Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) bernama E Fernando M Manullang.

Dalam berkas itu, sidang pertama adalah Kamis, 2 November 2017, pukul 11.00 WIB. Poin-poin yang disampaikan pemohon di antaranya alasan kegentingan dari Perppu itu yang memaksa. Berikut isinya:


1. Pembuat undang-undang mengesahkan Perppu 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan (selanjutnya disingkat Perppu Pajak) atas dasar kegentingan yang memaksa.

2. Alasan kegentingan yang memaksa menurut Putusan MK No. 138/PUUVII/2009, itu salah satunya, “terjadinya kekosongan hukum”, yang terjadi karena menurut pandangan pembuat undang-undang sebagai akibat persetujuan Republik Indonesia terhadap “Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters as amended by the Protocol amending the Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters”, suatu konvensi yang dipromosikan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

3. Klaim itu keliru, karena soal pembukaan rekening bank di dalam negeri berkaitan dengan urusan pajak itu telah diatur melalui; (i) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, dan; (ii) (ii) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.010/2015 tentang Perubahan atas PMK No. 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi.

4. Kekeliruan lainnya, konvensi internasional itu seharusnya disahkan ke dalam suatu undang-undang melalui proses ratifikasi.

5. Penetapan konvensi internasional tanpa melalui proses ratifkasi itu mengundang pertanyaan kritis: “apakah isi Perppu Pajak itu sungguh-sungguh sesuai dengan isi konvensi internasional tersebut?”

6. Konvensi internasional secara fundamental mengatur keterbukaan informasi yang terkait dengan perpajakan itu adalah pembukaan rekening warga negara tertentu yang ada di luar negeri. Contohnya, seorang WNI memiliki rekening 2 di negara asing, maka Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan konvensi internasional tersebut dapat meminta pemerintah negara asing tersebut untuk membuka rekening si WNI.

7. Sementara itu, Perppu Pajak ini tak mengatur secara tegas apakah ini berlingkup trans-nasional atau intra-nasional. Perppu malah dapat ditafsirkan memberikan kewenangan “tambahan” kepada otoritas pemerintahan untuk membuka seluruh rekening yang ada di dalam negeri.

8. Dengan demikian, pengaturan Perppu yang tak sesuai dengan konvensi internasional ini inkonstitusional, karena bertentangan dengan;

(i) Pasal 28D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 mengenai perlindungan yang memberikan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”, dan;

(ii) Pasal 28G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang memberikan “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan diri ...”

Atas adanya permohonan uji materi ini, Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, objek gugatan, Perppu Nomor 1 Tahun 2017 telah menjadi UU Nomor 9 Tahun 2017, sehingga mestinya tidak dapat diproses lagi.

“Jadi, kita ikuti saja prosesnya di MK,” kata Hestu kepada KONTAN, Rabu (1/11).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto